PANGGANG, (KH),— Selasa Kliwon (27/9/2016) pagi dini hari Rumah Dwijo Sumarto dipenuhi masyarakat yang ingin melihat gambar ataupun mendengarkan pembacaan deskripsi pertanda di kain mori pembungkus Cupu Kyai Panjala.
Suasana rumah Dwijo Sumarto yang terletak di Padukuhan Mendak Desa Girisekar Kecamatan Pangang, Gunungkidul sudah ramai sejak Senin (26/9/2016) malam. Dwijo Sumarto merupakan generasi ketujuh trah Kyai Panjala. Sebelum upacara ritual pembukaan Cupu Kyai Panjala, salah satu keluarga trah memberikan penjelasan singkat tentang tata tertib dan sejarah Cupu Kyai Panjala.
Dwijo Sumarto sebelumnya telah menuturkan, Cupu Kyai Panjala saat ini ada 3 yakni Semar Tinandu, Palang Kinantang dan Kenthiwiri. Sebenarnya, jumlah Cupu Kyai Panjala ada lima, namun ada dua yang hilang yakni bernama Bagor dan Klobot.
Dwijo Sumarto melanjutkan, dahulu isi kotak itu tidak hanya Semar Tinandu, Palang Kinantang dan Kenthiwiri saja, melainkan ada Bagor dan Klobot. Konon ceritanya, karena klobot dalam istilah Jawa adalah kulit jagung, sedangkan Bagor itu karung, maka keduanya merasa tidak dihormati.
Sebab namanya selalu disebut-sebut setiap mulut manusia tanpa penghormatan sedikit pun. Lalu mereka lenyap tak berbekas, serta tidak kembali hingga sekarang. Kejadian hilangnya Bagor dan Klobot itu sudah lama sekali, lebih dari ratusan tahun silam.
Dwijo Sumarto mengetahui cerita hilangnya dua cupu tersebut berasal dari cerita nenek moyang. Ia menjelaskan, Cupu Kyai Panjala berada di kediamannya sekarang ini sejak tahun 1957. Sebelumnya berada di sekitar atau di depan Balai Desa Girisekar.
Bahkan sebelumnya juga pernah berada di Temu Ireng, Girisuko, Panggang. Ritual pembukaan Cupu Kyai Panjala ini sudah turun-temurun dilaksanakan sejak ratusan tahun silam. Eyang Seyek adalah nama asli Kyai Panjala. Eyang Seyek merupakan orang yang menemukan dan memiliki Cupu Kyai Panjala.
Menurut cerita yang berkembang dimasyarakat, Cupu Kyai Panjala didapat Eyang Seyek saat njala (menjaring) di laut. Eyang Seyek tidak beristri dan tidak memiliki anak, akan tetapi Eyang Seyek memiliki 10 saudara kandung, 5 lelaki dan 5 perempuan.
Kakek buyut dari Dwijo Sumarto adalah saudara kandung Eyang Seyek, maka ia menjadi bagian dari ahli waris Cupu Kyai Panjala. Sampai saat ini Cupu Kyai Panjala diyakini sebagai simbol atau alat peramal kondisi atau kejadian bangsa Indonesia dalam masa setahun ke depan.
Semar Tinandu adalah gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Palang Kinantang adalah gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah, sedangkan Kenthiwiri adalah gambaran untuk rakyat kecil.
Banyak warga lokal bahkan juga dari luar kota yang masih percaya akan hasil ramalan dari gambar yang tertera pada kain pembungkus cupu tersebut. Sehingga digunakanlah acara ritual pembukaan cupu tersebut untuk menerka kejadian setahun kedepan sekaligus meminta berkah.
Juru doa akan mengiringi acara makan bersama sebelum pembukaan Cupu. Bersamaan juga menyampaikan doa puluhan orang yang mempunyai hajat sekaligus menghaturkan mereka yang kelegan (sukses), yang kemudian dalam sesajinya sebagai wujud syukur menyertakan ingkung, serta membantu memberikan singep (selimut) Cupu Kyai Panjala. (Kandar)