PALIYAN, (KH) — Saat ini petani Gunungkidul bagian selatan mulai memanen ketela pohon/ nggaplek. Di area ladang/alas Cende Desa Karangasem, Paliyan, nampak beberapa petani yang sejak dua hari yang lalu, telah memulai memanen tanaman terakhir di lahan tumpang sari.
Dibanding musim lalu, hasil tahun ini mengalami banyak penurunan. Selain jumlah ubi berkurang pada tiap pohon, ukuran ubi juga cenderung lebih kecil.
”Tahun lalu, ladang ini menghasilkan gaplek sekitar 3 kuintal. Kali ini, paling hanya 2 kuintal saja. Misalnya lebih, hanya sedikit,” ujar Tumiyem, salah satu petani, Kamis, (30/7/2015).
Menurutnya hal tersebut dipengaruhi oleh tanaman lain yang lebih dulu dipanen, dan hasilnya cukup baik.
“Tanaman jagung dan kacang yang dipanen lebih dulu, hasilnya cukup baik, serta volumenya lebih banyak dibanding biasanya, jarak tanam lebih padat,” ungkapnya.
Saat ditemui, dirinya sedang sibuk mengupas ketela. Seperti biasanya Ia membawa hasil panenan ketela, jika telah menjadi gaplek (ketela kering). Separuh dari gaplek tersebut akan dijualnya, kemudian sisanya akan disimpan sebagai cadangan bahan makanan, atau sewaktu-waktu dijual lagi, jika ada kebutuhan uang secara mendadak.
“Sisanya disimpan dalam keranjang besar, terkadang dibuat thiwul atau dijual lagi. Kalau saya tidak biasa menjual langsung berupa ketela basah,” tambahnya.
Dirinya mengaku tidak pernah menjual dalam bentuk aneka olahan ketela. Harga dalam bentuk gaplek saat ini mencapai Rp. 2 ribu/Kg. Sedangkan jika dijual dalam bentuk ketela basah, laku Rp 1000/Kg. Mengenai hasil ini dirinya mengaku, meski tidak banyak, masih untung ketika dikurangi biaya operasional, tenaga penggarapan sejak menanam hingga panen, termasuk pemupukan.
“Ya masih ada untungnya. Wong tani seperti saya, modalnya, ya tanah,” pungkasnya. (Kandar)