Jambu Mete, Tanaman Produktif Bagi Petani Semanu Saat Kemarau

oleh -14110 Dilihat
oleh
Petani Semanu menunjukkan buah jambu mete yang dipetik. KH/ Kandar.

SEMANU, (KH),– Masyarakat Gunungkidul secara umum berprofesi sebagai petani tadah hujan. Sehingga saat musim kemarau lahan yang sebatas mengandalkan air hujan saja tak dapat memberikan hasil bagi petani.

Namun tidak demikian dengan petani di Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul. Beberapa kawasan di wilayah tersebut dikembangkan jambu mede atau jambu mete.

Pohon jambu mete banyak dijumpai terutama di Padukuhan Semuluh lor, Semuluh Kidul, Ngaglik, Mojo dan beberapa wilayah lain. Pohon yang mampu bertahan di lahan marjinal yang cenderung beriklim kering ini dapat memberikan hasil saat musim kemarau.

Seperti yang diutarakan Lagiyem (54) warga Semuluh Kidul, Desa Ngeposari. Dirinya mendapat penghasilan yang sangat membantu perekonomian keluarga dipenghujung musim kemarau.

Pada tanah garapan yang ia sewa terdapat 40-an pohon Jambu mete dewasa. Setiap panen, biji mete yang dijual mampu memberikan keuntungan bagi dirinya. Biji mete yang terkenal dengan rasa yang lezat membuat harga biji mete saat mentah juga cukup tinggi.

“Saat ini harganya Rp. 17 ribu per kilogram. Harga ini paling buruk dari waktu sebelumnya,” ujarnya, Senin, (9/10/2018).

Panen tahun sebelumnya, harga biji mete yang dipetik mencapai Rp 20 hingga Rp 25 ribu tiap kilogram. Karena harga turun, dari 40 pohon yang dimiliki, Lagiyem mendapatkan pendapatan sekitar Rp. 5 jutaan. Lebih rendah daripada tahun sebelumnya.

Lagiyem mengaku, saat jambu mete telah berumur dewasa, tak banyak perawatan yang harus diberikan. Dirinya sesekali saja memberikan pupuk kandang. Sembari mempersiapkan lahan menyambut musim hujan, sebagian pupuk yang sediannya untuk tanaman palawija, sebagian kecil ditebar di pangkal batang jambu mete.

Keberadaan jambu mete di wilayah tersebut telah ada sejak lama. Berdasar penuturan tokoh warga, Sudarto (65), jambu mete mulanya dimiliki oleh tokoh atau pamong desa pada tahun 1922. Singkat ceritanya, tiga pohon jambu mete yang dimiliki pamong desa tersebut dikembangkan dan menyebar. Pohon jambu mete mampu menghijaukan bukit-bukit yang gundul dan kering.

Bahkan berkat dukungan pemerintah melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY pohon Jambu Mete dari Semuluh lor tak hanya ditanam di wilayah DIY saja. Pada Tahun 2006 Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY bekerjasama dengan BPTP Yogyakarta dan Balittri melakukan observasi pertnaman hingga akhirnya mengusulkan pelepasan (pemutihan) varietas Jambu Mete ‘Meteor’ dari Semuluh Lor. Karenanya, jambu Mete menyebar hingga Jateng, Bali, Kalimantan NTB, serta NTT. Industri rumahan pengolah biji jambu mete juga bermunculan pasca meluasnya jambu mete di wilayah itu. Saat ini, nampaknya geliat pengembangannya justru menurun, warga sebatas menjual biji jambu mete dalam kondisi mentah saja. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar