WONOSARI, kabarhandayani.– Fenomena banyaknya tanah penduduk di Gunungkidul yang dijual kepada para investor tak bisa dihindari lagi. Perkembangan perekonomian khususnya di sektor wisata menjadi salah satu alasan yang sering dialibikan untuk menanggapi masalah ini.
Banyaknya tanah penduduk yang dijual pada investor kebanyakan terjadi di pesisir selatan yang berdekatan dengan area pantai. Fenomena ini juga terjadi di area Kecamatan Wonosari sebelah selatan yang berbatasan dengan Kecamatan Tanjungsari.
“Khususnya yang di pinggir jalan raya, memang banyak yang telah dijual pada orang luar daerah. Macam-macam, ada yang dari Jogja ada juga yang dari Jakarta pembelinya,” kata Wasgito, warga Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kamis (28/8/2014).
Selain dibeli dengan harga yang cukup tinggi, desakkan faktor ekonomi terkadang menjadi alasan seseorang menjual tanah mereka. Desakkan faktor ekonomi ini bahkan lebih mendominasi dibandingkan faktor lain seperti faktor pertimbangan bisnis, yaitu adanya faktor penawaran harga tanah yang mahal.
“Kadang ada seseorang yang menjual tanah karena anaknya minta dibelikan sepeda motor dan terjerat utang piutang. Setelah dibeli, biasanya tanah itu cuma ditanami pohon jati oleh pemiliknya sebagai investasi,” lanjutnya.
Ada pula penyebab tanah dijual karena iming-iming harga tanah yang menggiurkan dari calon pembeli. Biasanya, hal seperti ini memang dilakukan untuk pendirian rumah penginapan atau semacam tempat usaha.
“Ada juga tanah yang dijual lalu didirikan hotel, pabrik penggilingan batu, atau tempat ternak ayam. Bahkan, saya dengar puluhan hektar tanah penduduk di area pantai selatan telah dibeli investor besar untuk pembangunan sarana rekreasi dan wisata,” ujarnya.
Melihat kenyataan ini tak menutup kemungkinan ke depannya tanah pertanian warga akan semakin banyak yang jatuh ke tangan investor. Apalagi gaya hidup warga yang semakin tinggi dan tidak diimbangi oleh pendapatan yang mencukupi, maka hal ini dapat memicu mudahnya para petani untuk menjual lahannya.
“Selain itu hasil pertanian memang dianggap tak bisa diharapkan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Hasil pertanian tadah hujan kami rasa memang jauh dari kata cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Bertani sekarang hanya sampingan, kalau pokoknya ya kerja entah itu kuli bangunan atau buruh yang lain,” pungkasnya. (Maryanto/Hfs)