GUNUNGKIDUL, (KH),– Kabupaten Gunungkidul merupakan penghasil ketela. Umumnya, ketela yang dipanen sebatas dibuat gaplek, yakni ketela yang dikeringkan. Namun, sebagaimana diketahui nilai atau harga gaplek sangat rendah.
Selain gaplek, sebagian masyarakat membuat Pathilo, camilan seperti kerupuk dari sari atau pathi ketela.
Pathilo ada yang dijual siap konsumsi ada pula yang setengah jadi. Artinya, konsumen harus menggoreng sendiri.
Mahasiswa asal Gunungkidul, Wahyu Alamsyah punya inisiatif memberi sentuhan inovasi pada Pathilo. Inovasi pada olahan berbahan baku lokal ini bertujuan agar Pathilo lebih luas dikenal dan nilai ekonomisnya makin terkerek.
“Apalagi sudah jadi produk oleh-oleh khas daerah. Harapannya agar lebih bernilai dan pasarnya lebih luas,” kata dia belum lama ini.
Ide tersebut muncul saat kampusnya, Universitas Mercubuana Yogyakarta menyelenggarakan progam ‘Bazar Pengembangan Diri’ bagi para mahasiswa.
Adapun inovasinya yakni menambah ragam rasa, bentuk serta kemasan produk.
“Rasa perlu ditambah variannya dan ukuran umum Pathilo terlalu besar. Dibuat lebih kecil agar jadi camilan praktis,” imbuhnya.
Ia lantas bersama tim membuat Pathilo dengan rasa barbaque, sapi panggang, pedas manis, jagung bakar, dan lain-lain. Ukurannya juga diperkecil. Kemasan pun sedemikian rupa dibuat lebih menarik.
Usaha tersebut, tak pelak membuat Pathilo laris saat dijual pada bazar yang diselenggarakan di lingkungan kampus.
“Ukuran kemasan 500 gram seharga Rp7 ribu cocok buat kantong mahasiswa. Produk ini kami namai, ‘Pathilo Bite’,” tutur mahasiswa jurusan Psikologi ini.
Selepas kegiatan bazar yang berlangsung pada akhir Desember 2022 lalu itu, ia berharap UMKM asal Kapanewon Tanjungsari yang ia gandeng dapat melanjutkan pembuatan produk inovasinya.
“Sekali lagi tentu agar nilai jualnya tinggi, lalu pasar lebih luas lagi,” harap pemuda asal Siraman, Wonosari ini. (Kandar)