PANGGANG, (KH)— Wilayah Padukuhan Temuireng 1 dan 2 Desa Girisuko Kecamatan Panggang tergolong wilayah terpencil, berada sekitar 4,5 km ke arah barat daya dari jalan Saptosari-Panggang. Posisinya pada deretan Zona Gunung Gewu dengan topografi berbukit-bukit dan elevasi relatif tinggi sehingga sulit menemukan sumber air dari sumur bor atau galian. Jaringan PDAM pun juga sulit atau mahal apabila dibangun di wilayah ini.
Pemenuhan kebutuhan air masyarakat di wilayah ini praktis mengandalkan bak penampungan air hujan. Apabila tampungan air hujan habis, maka warga selalu membeli air tangki dengan harga Rp 120 ribu dengan kapasitas 5000 L.
Berfungsinya kembali Telaga Motoendro diharapkan dapat menjadi tumpuan masyarakat di dua padukuhan tersebut. Arif Apriyanto, Dukuh Temuireng 1 menyampaikan, saat nanti musim kemarau air telaga akan sangat bermanfaat.
Menurutnya, bantuan distribusi air dari Pemkab tiap musim kemarau dinilai masih kurang. Dengan model pemerataan untuk tiap KK biasanya mendapat satu kali jatah bantuan air. Kemudian saat sudah habis, maka warga akan membeli sendiri-sendiri.
“Kalau minum, utamanya menggunakan air hujan yang ditampung di bak PAH, disamping itu juga mandi, mencuci, dan lainnya. Rata-rata selama musim kemarau, warga menghabiskan 8 hingga 10 tangki. Dapat lebih banyak lagi jika jumlah anggota keluarga banyak dan atau mempunyai anak kecil,” ungkapnya, Kamis, (9/4/2014).
Adanya air telaga, menurutnya dapat menghemat tampungan air di bak PAH. Arif mencontohkan, misalnya mandi dan mencuci bisa dilakukan di telaga.
Agar aman saat pengambilan air dari telaga dan limbah penggunaan air tidak masuk lagi ke dalam telaga, masyarakat menginginkan mesin pompa pengangkat air. “Kalau mengambil air secara manual beresiko, saat ini Telaga Motoendro sangat dalam. Sebenarnya kalau pakai mesin akan lebih mudah. Memang hingga saat ini belum ada musyawarah dengan warga bagaimana upaya pengadaan alat akan ditempuh,” pungkasnya. (Kandar)