NGAWEN, (KH)— Di Padukuhan Tapansari, Desa Watu Sigar, Kecamatan Ngawen terdapat bukit dengan puncak yang lapang penuh ditumbuhi rerumputan. Tempat tersebut agak tersembunyi, meski tidak terlalu tinggi apabila berada di puncak nampak dengan jelas di sebelah utara Gunung Gambar menjulang, dan di arah tenggara juga terlihat deretan Gunung Panggung.
Warga padukuhan Tapansari pada hari tertentu melaksanakan tradisi kenduri mengenang riwayat leluhur sekaligus bentuk penghormatan atau untuk mengenang peristiwa lampau yang menjadi rentetan legenda wilayah setempat.
Juru kunci, Padmo Sukirno (68) mengatakan, berdasar keterangan pendahulu ketika ia masih muda, tempat terbuka tersebut diriwayatkan merupakan lokasi yang dugunakan untuk pertemuan dan bermusyawarah beberapa tokoh yang ia sebut dengan wali Bayat.
Wali Bayat yang dimaksudkan diantaranya; Raden Mas Said, Sri Lambang, Ki Ageng Wono Kusumo, dan Sunan atau Ki Ageng Giring. Mereka berembung mengenai rencana mencari tempat baru karena di Bayat telah penuh atau padat.
“Setelah bermusyawarah mereka berpencar untuk menempuh perjalanan sesuai keinginan masing-masing. Raden Mas Said sempat berada di Gunung Gambar lalu ke Gunung Langgeng, Madesih, Karanganyar,” tutur Padmo Sukirno, Selasa, (21/12/2016).
Lantas ketiga teman yang lainnya, Putri Sri Lambang memilih tempat di Sendang Karangasem, Semin. Disaat menempuh perjalanan, lanjut Padmo, karena lelah Sri Lambang berhenti di sebuah tempat yang dikemudian waktu menjadi Pasar Mlambang. Nama pasar masih dipakai hingga saat ini.
Sementara itu, Wono Kusumo dan Ki Ageng Giring meneruskan perjalanan, ditengah perjalanan ke arah selatan, mereka menemui banyak pohon Gebang lalu mereka memberikan nama tempat tersebut, hingga sekarang tempat yang pernah dilalui itu disebut dengan sebutan Gebang.