TANJUNGSARI, kabarhandayani,– Dibalik tradisi sedekah laut atau sadranan di Pantai Krakal seperti yang terselenggara pada Minggu (14/9/2014), acara ini tak bisa lepas dari seorang kakek yang telah puluhan tahun mengabdikan diri memimpin upacara ritual ini. Dia adalah Kramadimeja atau sering dipanggil Mbah Krama Slamet, sang juru kunci Pantai Krakal.
Kakek berusia 76 tahun ini merupakan ahli waris dari para juru kunci Pantai Krakal terdahulu. Sebentar lagi tugas-tugasnya untuk melaksanakan berbagai ritual di Pantai Krakal itu akan diturunkan kepada anaknya yang bernama Yatno Timbang.
Krama Slamet, yang saat ini bertempat tinggal di Padukuhan Gatak Desa Ngestirejo ini selalu melayani hajat atau janji sadranan warga. Tidak hanya warga sekitar Pantai Krakal saja, namun ia juga sering melayani hajat seseorang yang datang dari berbagai daerah, seperti dari Yogyakarta, Bantul, dan Klaten.
Menurut Krama Slamet, sadranan yang dilakukan di Pantai Krakal merupakan prosesi persembahan warga atas apa yang telah diucapkan seseorang terhadap pantai selatan melalui sebuah ritual yang beraroma mistis. Setelah ritual ini selesai, selanjutnya baru dilaksanakan kenduri yang merupakan puncak dari prosesi Nyadran (Baca: Prosesi Kenduri Tandai Tradisi Sedekah Laut Pantai Krakal).
Bebeberapa buku referensi sosiologi dan budaya Jawa menyebutkan, ritual persembahan terhadap pantai selatan yang terlihat mistis ini sejatinya dapat dipandang sebagai sebuah persembahan dan doa kepada Sang Penyelenggara Kehidupan. Dalam konsep masyarakat Jawa kekuatan Sang Penyelenggara yang adikodrati juga sering disimbolkan dalam bentuk fisik alam raya (makrokosmos). Alam raya yang secara fisik dapat dilihat bagi daerah pesisir adalah samudera selatan yang menggelar dan menggelora deburan energi gelombangnya.
“Dados tiyang nggadahi unek-unek utawi janji, menawi kepinginanipun kelampahan mbenjang badhe nyadran teng Krakal. Lha kulo namun nglantaraken pocapan menawi tiyang ingkang sampun janji menika sampun dipunlampahi nyadranipun sakmenika. (Jadi orang mempunyai keinginan atau janji seandainya keinginannya tercapai, besok mau melakukan sadranan di Pantai Krakal. Saya cuma sebagai perantara mengucapkan jika orang itu sudah dilaksanakan saat ini,” terang Krama Slamet, Minggu (14/9/2014).
Dalam ritual ini, Krama Slamet bertugas untuk menyampaikan ucapan bahwa seseorang telah memenuhi janji yang pernah diucapkan. Dalam melaksanakan tugasnya, ia memiliki tempat khusus yang diberi nama pendapan, terletak menjorok ke arah barat dari area parkir Pantai Krakal, tepat di bawah tebing dan dua pohon pandan.
Di tempat inilah Krama Slamet sambil mengenakan kaca mata hitam duduk bersila dan ditemani oleh anaknya Yatno Timbang. Anaknya ini suatu saat bakal diwarisi tugas-tugas yang dijalankannya. Di depan Krama Slamet duduk, sebuah anglo berisi arang menganga terus mengepul mengeluarkan asap beraroma kemenyan terbakar.
Ketika ada seseorang datang ke pendapan untuk memenuhi janji nyadran, Krama Slamet langsung menyambut dan mempersilahkan orang itu untuk duduk. Kemudian ia menanyakan tentang keinginan atau pun janji yang dulu pernah diucapkan.
Syarat yang harus dibawa seseorang untuk memenuhi sebuah janji nyadran adalah kemenyan, sehelai pakaian, dan sejumlah uang mahar. Lembaran-lembaran uang yang terlihat dalam kain wadah di depan Krama Slamet. Tampak di wadah tersebut ada lembaran-lembaran uang lima puluhan ribu rupiah yang cukup banyak.
“Menawi mahar mboten tentu pinten cacahipun, gumantung keikhlasan lan kemampuan tiyangipun. Kulo nggih mboten nate nentokaken kedah pinten. (Kalau mahar tidak tentu berapa jumlahnya, tergantung keiklasan dan kemampuan orangnya. Saya juga tidak pernah menentukan harus berapa),” kata Krama Slamet di sela-sela kesibukannya menerima tamu.
Setelah mendengar penjelasan tentang janji nyadran dari tamu yang datang, Krama Slamet langsung mengucapkan sesuatu kalimat yang terdengar ditujukan untuk sesuatu yang ghaib. Ia mengutarakan bahwa orang yang datang tersebut telah memenuhi janji nyadrannya sehingga saat ini tidak lagi memiliki hutang.
Sederetan kata-kata magis pun sempat terucap dari Krama Slamet. Setelahnya, ia meminta kemenyan yang langsung ditaruh di atas keren. Seketika juga kemenyan terbakar, asap pun membumbung mengeluarkan aroma khasnya.
Saat itu juga sehelai pakaian orang yang punya janji nyadran dihempas-hempaskan diatas kepulan asap kemenyan. Untuk beberapa saat, pakaian itu dibiarkan terus terkena asap sehingga aroma kemenyan menempel ke kain.
Ritual telah selesai bila kain itu telah diberikan kembali pada sang tamu. Terakhir, sejumlah uang mahar dari tamu diberikan pada sebuah kain wadah berwarna putih di sebelah kanan Krama Slamet.
Setelah waktu beranjak siang sekitar pukul 11.00 WIB, Krama Slamet segera beranjak menuju tempat kenduri yang merupakan puncak dari acara tradisi nyadran pada tahun ini. Setiap beberapa tahun sekali, biasanya setelah kenduri dilanjutkan dengan prosesi labuhan di tengah laut. Tahun ini acara sedekah laut tidak disertai dengan prosesi labuhan.
Itulah sekelumit cerita tentang tradisi nyadran di Pantai Krakal. Tradisi telah berlangsung turun-temurun, entah mulai kapan dilaksanakan. Krama Slamet sendiri mengatakan bahwa dirinya telah menjalankan tugasnya sebagai juru kunci Pantai Krakal selama 46 tahun. (Maryanto/Jjw).