Lidah Buaya, Menjadi Berkah di Tangan Pemuda Kreatif

oleh -3351 Dilihat
oleh
Lidah buaya
Marcus Nanang Setyawan menunjukkan produk permen Mavera. (KH/ Kandar)

GUNUNGKIDUL, (KH),– Marcus Nanang Setyawan, pemuda asal Padukuhan Ngijorejo, Kalurahan Gari, Wonosari, Gunungkidul ini barangkali dapat menjadi contoh. Ia pantas disebut tangguh. Pada usia 26 tahun, dirinya telah membuktikan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Kegigihan membuatnya berhasil membudidayakan tanaman lidah buaya atau aloevera. Selanjutnya, dia juga berhasil membuat olahan berbahan lidah buaya hingga laris di pasaran.

Awalnya, Marcus dan keluarganya sedang merugi, terjebak dalam usaha budidaya lidah buaya. Namun, meskipun terjerumus, tertipu, dia tidak menyerah begitu saja.

“Pada tahun 2017, atas tawaran kerjasama, saya menanam aloevera dengan investasi senilai Rp10 jutaan khusus untuk beli bibit. Seseorang yang menawarkan usaha tersebut nanti akan membeli hasil panen lidah buaya,” kenang Marcus saat ditemui di kediamannya, Kamis (30/11/2023).

Namun, saat masa panen tiba, pihak yang menawarkan kerjasama tersebut tak membeli hasil panen lidah buaya. Orangnya menghilang entah kemana. Marcus dan keluarga pun merasa putus asa. kebetulan saat itu Nanang masih bolak-balik ke tanah perantauan. Dia berniat membiarkan tanaman aloevera begitu saja. Keluarganya juga tak mau lagi merawat. Diabaikanlah 10.000 tanaman aloevera yang ia tanam di sekitar rumah serta ladangnya.

Takdir berkata lain. Ketika kembali ke kampung halaman pada tahun 2020, ia terkejut melihat tanaman lidah buaya tetap hidup dengan subur. Hal ini membuatnya yakin bahwa tanaman ini cocok tumbuh di tanah Gunungkidul.

Lidah buaya
Marcus Nanang Setyawan memanen lidah buaya. (KH/ Kandar)

Melihat peluang tersebut, lulusan SMK jurusan mesin inipun mengambil keputusan berani untuk memanfaatkan tanaman aloevera yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Dengan semangat yang baru, ia memperdalam pengetahuannya tentang lidah buaya melalui berbagai sumber informasi. Menonton kanal-kanal Youtube dan membaca artikel dari banyak website.

Setelah mendapatkan banyak pengetahuan, Marcus memutuskan untuk berhenti merantau dan berniat mengolah lidah buaya tersebut. Dengan keberanian pertamanya, ia menciptakan permen berbahan dasar lidah buaya dan mencicipi hasilnya sendiri.

“Saya juga tidak ragu untuk menawarkannya kepada tetangga dengan tujuan meminta testimoni,” sambungnya.

Dari hasil uji coba tersebut, Marcus selanjutnya menawarkan produk olahannya ke pasar. Dia mengunjungi toko oleh-oleh mempromosikan produknya serta menyampaikan niat hendak menitip permen lidah buaya. Bersamaan, ia juga berusaha keras menjual produknya secara langsung kepada konsumen. Gigih Marcus melakukan promosi. Selain cara konvensional, dia juga menjualnya melalui berbagai platform media sosial.

Pemuda berperawakan ramping ini mampu meyakinkan konsumen bahwa produk buatannya merupakan olahan yang sehat dan banyak manfaat. Hal itu menjadi salah satu alasan produknya diminati pasar. Permintaan dari toko oleh-oleh pun terus meningkat.

Keberhasilan Marcus tidak terhenti di situ. Usahanya mulai menarik perhatian dinas terkait. Produknya yang diberi nama “Permen Mavera”, kerap diikutsertakan dalam berbagai pameran. Dari situ, produknya makin dikenal secara luas.

“Produk kami bahkan diminati oleh penyedia oleh-oleh di Yogyakarta. Saat ini penjualan ke toko oleh-oleh di Yogya tergolong paling banyak,” tuturnya.

Beberapa lembaga perangkat pemerintah daerah yang memberikan dukungan penyempurnaan produk diantaranya Dinas Koprasi & UMKM Gunungkidul dan Yogyakarta. Lantas dalam hal pemasaran, Dinas Perdagangan Gunungkidul tak ketinggalan ambil bagian.

Tak berhenti berinovasi, Nanang pun mencoba membuat varian produk yang lain. Setelah permen, dia mencoba membuat minuman serbuk lidah buaya.

Produk Permen Lidah Buaya Makin Laris

Tahun 2022 menjadi awal yang menyenangkan bagi Marcus. Tahun itu produknya semakin laris di pasaran. Adapun saat ini, permintaan produknya cukup tinggi. Untuk memenuhi permintaan pasar, ia menghabiskan bahan baku sebanyak 300 kilogram selama sebulan.

“Tiap kemasan, harganya Rp15 hingga Rp35 ribu. Selain toko oleh-oleh banyak reseller yang membantu menjual produk kami. Penjualan online juga membuat produk kami laku ke berbagai kota besar di Jawa. Bahkan luar Pulau Jawa,” terangnya.

Dia menuturkan, membudidayakan dan mengolah alovera memberikan keuntungan berlipat. Sebab, dari bahan baku seberat 10 kilogram, ia dapat membuat permen Mavera hingga 100 pack.

Prosesnya memang tak sebentar. Namun nilai jualnya naik berkali lipat. Dijelaskan, usai dipetik, pelepah lidah buaya dicuci lalu dikupas. Daging pelepah lidah buaya kemudian diiris kecil-kecil lalu dicuci lagi. Proses selanjutnya, sebelum dicampur bahan lain, daging lidah buaya diblender.

“Setelah dicampur lalu diiris kotak-kotak berukuran kecil. Barulah dimasukkan ke mesin oven. Cukup lama, butuh waktu hingga 24 jam agar menjadi permen,” beber Marcus.

Lidah buaya
Olahan lidah buaya siap diopen. (KH/ Kandar)

Apabila proses oven selesai, permen Mavera siap masuk dalam kemasan. Ada kemasan toples dan plastik klip yang ia siapkan. Kemasan pastik seharga Rp15 ribu, sementara kemasan toples kecil seharga Rp35 ribu.

Marcus mengungkap, bahwa masa panen lidah buaya membutuhkan waktu sekitar 1 tahun selepas ditanam. Akan tetapi, usai panen pertama, tiap bulan berikutnya bisa panen lagi.

“Cara panennya, tiap satu tanaman diambil pelepah yang berukuran besar, antara 2 hingga 4 pelepah. Satu bulan kemudian bisa petik lagi,” kata Marcus panjang lebar.

Dipenghujung perbincangan, lelaki ramah ini menambahkan, pada awal merintis, segenap proses produksi diakui hanya dikerjakan bersama anggota keluarga. Saat ini berbeda, karena permintaan banyak, dia memutuskan untuk mengajak tetangga guna membantu dalam proses produksi.

“Saya saat ini juga membuat dan memasarkaan serbuk minuman aloevera,” tukasnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar