WONOSARI, (KH) – Membicarakan kuliner Bakmi Jawa Gunungkidul seolah tidak bisa lepas dengan desa Piyaman, salah satu desa di Kecamatan Wonosari. Piyaman dan Bakmi Jawa seakan tak terpisahkan. Dari sanalah sebagian besar penjual bakmi jawa Gunungkidul berasal.
Tak disangka, sesuai penuturan Ketua Paguyuban Bakmi Jawa Manunggal Jaya Piyaman, Pur Sukiran (66), kini jumlah penjual bakmi lebih dari 500 warga. Selain berjualan di Gunungkidul, mereka tersebar merambah hingga kota propinsi dan kota-kota besar bahkan hingga ke luar dari Pulau Jawa.
Warga Padukuhan Kemorosari II, Piyaman ini menyebutkan, banyaknya pedagang bakmi Jawa di desa ini karena adanya pola usaha turun-temurun dari generasi terdahulu ke generasi saat ini. Apabila ada satu keluarga yang memiliki wirausaha menjual bakmi, maka suatu saat nanti akan dilanjutkan oleh anaknya. Bahkan terkadang tidak hanya diteruskan oleh salah satu anaknya saja.
“Saya dahulu juga belajar dari bapak, kemampuan membuat bakmi terlatih saat membantu jualan. Selain kepada anak, biasanya kemampuan memasak bakmi juga menular kepada kerabat lain yang pernah membantu atau bekerja sebagai karyawan,” ujar Sukiran, Jum’at, (11/11/2016).
Ia melanjutkan, perihal memasak bakmi, pada dasarnya semua bisa. Tetapi kualitas rasa yang dihasilkan tidak bisa selalu sama, hingga masyarakat secara umum menganggap enak atau istilah dalam bahasa jawa disebut “tanganan”.
Sukiran berkisah, penjual bakmi yang dapat bertahan puluhan tahun hingga meraih kesuksesan secara ekonomi membutuhkan konsistensi. Mereka menjaga rasa dan kesetiaan memberikan pelayanan terbaik. Ada yang membuka usaha jualan bakmi, pada awal mula pembelinya nampak ramai, lantas selang hitungan bulan atau tahun kemudian gulung tikar. Disamping faktor-faktor yang lain, di situlah letak pertaruhan konsistensi atas usaha yang dijalankan.
“Misalnya penggunaan ayam kampung, ya harus ayam kampung terus, jangan coba-coba diganti,” imbuh Sukiran didampingi Sekretaris Pagguyuban, Sugito (60) saat ditemui.