SEMIN, (KH),— Keprihatinan melihat lingkungan sekitar masih banyak ibu-ibu rumah tangga berpangku tangan, Sri Lestari Puji Astuti, S.Pd terpanggil hatinya untuk memberdayakan. Mengajak bersama-sama mengupayakan agar waktu disela rutinitas sebagai ibu rumah tangga agar lebih produktif.
Selain itu, melihat kenyataan bahwa hasil olah tani warga di sekitar tempatnya tinggal di Padukuhan Kracaan, Desa Semin, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul bernilai ekonomi cukup rendah saat dijual membuatnya sangat terdorong untuk bebuat sesuatu. Untuk meningkatkan nilai jual dirinya bersikeras agar mampu mengolahnya menjadi aneka produk.
“Ketela pohon basah hanya laku Rp. 500 per kg, atau Rp. 1. 000 jika dalam bentuk gaplek. Lalu potensi hasil kebun lain berupa garut jika dipanen hanya laku Rp. 2. 000 per kg,” tutur Sri Lestari mengungkapkan salah satu faktor yang membuatnya semakin kuat membentuk kelompok yang dapat mengolah hasil pertanian lokal, Sabtu, (17/9/2017).
Lantas mulailah pada tahun 2000 dirinya melakukan pendekatan kepada tetangganya. Hal tersebut disambut baik. Sebanyak 32 ibu-ibu rumah tangga bergabung ke dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) MANFAATI.
Sebagai KWT rintisan, beberapa produk umum khas lokal dibuat. Belum ada sentuhan pengembangan pada waktu itu. Ada krecek, kerupuk nasi, peyek, kerupuk singkong pedas, dan rengginang.
Sembari melakukan pemasaran di lingkungan dusun dan desa sekitar, sebagai penggerak Sri Lestari selalu berupaya meraih setiap peluang pengembangan, peluang menambah jejaring pemasaran dan pengembangan jenis produk olahan.
Aneka pelatihan diikuti, Sri Lestari juga aktif dalam berbagai kegiatan yang menunjang pengembangan KWT MANFAATI. Ia berusaha selalu hadir dalam berbagai pameran untuk mengenalkan produknya. Tak ada keraguan atau perasaan minder meski produk diawal berdiri belum berbau modern.
Semakin hari varian produk semakin bertambah. Untuk itu upaya pemasaran juga harus gencar dilakukan. Menurutnya tidak ada bedanya jika mampu membikin banyak ragam produk tetapi tidak punya pasar yang besar.
Demi pengenalan produk yang lebih luas, dalam berbagai kegiatan terkait profesinya sebagai guru PAUD dirinya juga tak segan melakukan promosi. Hingga lama-lama KWT MANFAATI dikenal sebagai kelompok yang memiliki produk khas dan unggulan berupa pati garut.
Tepung bahan pembuat jenang atau bubur yang sangat baik untuk penderita sakit maag dan asam lambung ini lama kelamaan memiliki banyak peminat.
Berhenti Mengajar PAUD
Mengabdi sebagai honorer guru PAUD selama tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Siapapun tak dapat dengan mudah meninggalkan begitu saja profesi yang dijalani selama itu.
Akan tetapi desakan untuk fokus kepada pengembangan KWT MANFAATI semakin Sri Lestari rasakan. Semakin banyaknya produk yang berhasil dibuat upaya pemasaran juga harus semakin gencar. Terkadang dirinya kesulitan membagi waktu, antara sibuk sebagai pengajar sekaligus sebagai motor penggerak kelompok.
Apakah aktif di dua bidang atau memilih satu bidang saja?, kebimbangan tersebut ia rasakan sekitar dua tahun lalu. Sri Lestari lantas menyampaikan persoalan tersebut kepada suami. Jawaban yang membuatnya semakin bersemangat ia dapatkan. Demi manfaat yang lebih luas, sebagaimana nama kelompoknya, MANFAATI yang berarti memberikan atau menebar manfaat, Sri Lestari putuskan memilih fokus pada kegiatan memproduksi dan menjual olahan berbahan lokal bersama ibu-ibu.
“Tentu tidak bermaksud menganggap profesi guru PAUD tidak memiliki dampak manfaat. Biarlah tugas guru PAUD ada yang menggantikan. Mudah-mudahan dijalan ini manfaat dalam berbagai aspek dapat dirasakan,” ujarnya.
Setelah fokus dalam satu bidang, pengembangan dirasa cukup pesat. KWT MANFAATI saat ini mampu berinovasi membuat 43 jenis olahan berbahan lokal, melengkapi produk utama Pati Garut.
Olahan-olahan tersebut diantaranya; emping garut, gathot instan, tiwul instan, lampio pedas dan gurih, tepung cassava, kerupuk ubi ungu, kerupuk jantung pisang, keripik pisang, stick cassava, pangsit tepung cassava, tape geronjol, nugget jagung, lele dan tuna, dan aneka minuman instan lainnya yang berbahan hasil kebun.
“Dalam satu musim panen garut, kami menghabiskan bahan baku kurang lebih 1.000 kg pathi garut. Sementara untuk ubi basah kami dalam satu musim menghabiskan sekitar 3,2 ton,” terang kepala ibu tiga anak yang juga menjabat ketua Usaha Peningkatan Pendapatan Kesejahteraan Keluarga (UPPKS) Kecamatan Semin ini.
Di rumahnya tinggal selain dijadikan tempat kegiatan kelompok termasuk tempat produksi, juga dijadikan tempat pelatihan anggota kelompoknya. Pengelolaan kelompok cukup fleksibel, para anggota juga dipersilahkan membuat produk di rumah masing-masing lalu di jual kepada Sri Lestari.
Keuntungan berlipat
Usaha dan kegigihan Sri Lestari bersama anggota kelompok tidak sia-sia. Mereka mampu menikkan nilai jual berlipat-lipat. Analisa usaha yang dicontohkan memberi bukti nyata. Pati Garut 1 Kg yang dijual seharga Rp. 50 ribu hanya menghabiskan 5 kg garut basah atau seharga Rp. 10.000.
“tiap 1 Kg Pati garut butuh modal bahan yang menghabiskan Rp. 10.000, ada kenaikan atau pertambahan nilai hingga Rp. 40.000. sementara operasional tenaga dan alat kami anggap sangat sedikit,” ulas Sri Lestari. Bahkan ketika permintaan tinggi sedangkan bahan baku minim, harga Pati Garut tiap Kg mencapai Rp. 100.000.
Sri mengungkapkan, selain garut pertambahan nilai jual juga terjadi terhadap olahan berbahan lokal lain. Diakui, prosentase peningkatan nilai jual antar bahan baku memang tidak selalu sama.
Ada kepuasan pada diri Sri Lestari, ibu-ibu di sekitarnya yang sebelumnya lebih banyak membunuh waktu untuk ngrumpi sehabis menyelesaikan tugas ibu rumah tangga berubah menjadi kegiatan produktif. Mereka mampu turut menopang perekonomian keluarga.
Sebuah usaha diakui tak selamanya berjalan mulus. Sri Lestari juga mengaku sempat menghadapi rintangan yang cukup berat, hingga dirinya benar-benar seolah tidak kuat untuk melanjutkan. Lagi-lagi dukungan suami kembali menguatkannya.
Rintangan Dinamika Kelomok
Suatu saat, upaya untuk memperolah bantuan modal melalui proposal pernah ia upayakan ke salah satu instansi pemerintah. Melalui berbagai tahapan proses dan revisi hingga harus bolak balik Yogya-Gunungkidul ia lakoni.
Kabar baik yang diterima kelompoknya tiba, KWT MANFAATI menjadi satu dari 10 kelompok yang akan mendapat bantuan stimulan permodalan sebesar Rp. 15 juta. Berita tersebut disampaikan kepada para anggota. Hal tersebut ditanggapi dengan penuh semangat luar biasa.
Saat tiba dimana hari bantuan akan diterima, bersama kelompok lain Sri Lestari menghadiri pertemuan di Yogyakarta. Bak petir disiang bolong, KWT yang ia pimpin urung mendapatkan bantuan karena terganjal peraturan baru. Bantuan tak dapat diberikan karena kelompoknya belum memiliki legalitas badan hukum.
“Ketika proses pengajuan hal tersebut tidak disinggung, beberapa hari sebelum waktu penerimaan memang aturan tersebut ditetapkan. Hal ini membuat kami terpukul. Saya harus menanggung resiko berat, kepercayaan anggota kepada saya dipertaruhkan,” ungkap Sri cukup sedih.
Waktu itu, diantara anggota KWT tidak sedikit yang mencibir dan menganggap bahwa uang tersebut bukan gagal diterima akan tetapi diambil oleh dirinya. Pemahaman dan penjelasan yang disampaikan oleh Sri Lestari juga tidak dengan mudah diterima.
Singkatnya, problematika kelompok tersebut meredup termakan waktu. Pengalaman tersebut Sri Lestari jadikan sebagai penguat. Menghadapi ibu-ibu generasi lanjut dengan berbagai latar belakang pengalaman dan pendidikan memang tidak mudah.
“Kami mulai melakukan regenerasi kelompok. Sebelumnya banyak anggota berusia diatas saya. saat ini mulai ada anggota yang seumuran atau usiannya dibawah saya,” tukas Sri lestari yang akhir-akhir ini sibuk merawat sang suami yang mengalami sakit gagal ginjal, meski cobaan bagi keluarganya dirasa berat, menjaga bara semangat agar KWT MANFAATI selalu menghadirkan manfaat bagi orang-orang di sekelilingnya tetap dilakukan. (Kandar)