PLAYEN, kabarhandayani.– Tahu dan Tempe adalah makanan favorit yang dapat diterima masyarakat secara luas, terutama masyarakat di pulau Jawa. Dari sisi ekonomi, industri tahu tempe merupakan sumber pendapatan yang menjanjikan.
Sayangnya, proses produksi tahu tempe masih kurang mendapat perhatian, sehingga tidak mengindahkan aspek kebersihan dan kesehatan baik bagi pengrajin, konsumen maupun lingkungan. Melihat fenomena tersebut bersama organisasi Mercy Corps Indonesia (MCI) dengan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kabupaten Gunungkidul bekerja sama untuk mempromosikan produksi tahu tempe yang higienis dan ramah lingkungan dengan meresmikan Rumah Tempe Gunungkidul (RTGK).
Acara tersebut dihadiri oleh Danielle de Knocke Van Der Muelen selaku Program Director MCI, Tri Harjono selaku Ketua KOPTI DIY, Sudarso Kabid Agro Disperindakop dan Sukhaeri Ketua KOPTI Kabupaten Bogor dan Aip Syarifudin selaku Ketua Gakpotanindo Jakarta beserta Sutaryo selaku Ketua KOPTI Jakarta.
Dalam acara tersebut Danielle menjelaskan, tempe tidak hanya sekedar menjadi panganan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. “Tempe juga menjadi warisan budaya Indonesia yang saat ini mulai dikenal oleh masyarakat Dunia,” ungkapnya saat mengisi sambutan peresmian RTGK.
Di dalam RTGK masyarakat juga bisa belajar bagaimana cara mengolah limbah tempe yang baik dan benar. Dengan teknologi yang sudah ada diharapkan pengerajin tahu tempe tradisional bisa mengadopsi teknologi tersebut.
Ia juga berharap kerjasama ini dapat berdampak positif khususnya dengan pengerajin tahu tempe tradisional. “Pengerajin tahu tempe tradisional dapat belajar mulai dari pengolahan secara higienis dan pengolahan limbah dan lain sebagainya di RTGK,” terang Danielle.
Sedangkan Tri Harjono ketua Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) mengungkapkan perlunya sebuah proyek percontohan sebagai antisipasi pasar bebas. Artinya persiapan dari awal sangatlah di perlukan agar ketika pasar bebas mulai masuk produksi yang higienis sudah siap untuk dipasarkan.
“Harapannya bukan hanya di Kopti produksi tempe higienis dilakukan, namun untuk semua pengerajin tempe yang ada di Gunungkidul dapat memproduksinya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa di dalam RTGK tersebut, juga sedang dibangun satu unit biogas. Hal ini bertujuan sebagai salah satu cara untuk mengolah limbah yang dihasilkan dari produksi tempe. “Limbah sisa produksi nantinya akan kita gunakan sebagai biogas agar bisa lebih mengurangi dampak negatif dari limbah pada lingkungan,” jelasnya. (Atmaja/Hfs)