YOGYAKARTA, (KH),– Para pengrajin lurik Aulya Klaten sempat menghadapi masa-masa sulit. Pengakuan disampaikan oleh Suyatmi, Ketua Kelompok Batik Lurik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Lestari yang beralamat di Desa Karangasem, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten. Ada beberapa hal yang membuat usahanya tak berkembang.
“Ada penurunan daya beli sejak pandemi COVID-19. Selain itu regenerasi pengrajin juga susah terwujud,” katanya Rabu (04/12) saat menghadiri kegiatan bersama Dompet Dhuafa di Gunungkidul.
Tak hanya itu, dia menyebut, kain lurik juga makin tersingkir dari dunia fashion. Kekhawatiran usahanya terancam tutup terjawab dengan dukungan LSM serta lembaga filantropi Dompet Dhuafa.
“Awalnya saya menekuni usaha tenun kasar pada tahun 2006, sampai pada akhirnya bertemu LSM dan berkenalan dengan Dompet Dhuafa, sedikit demi sedikit membawa perubahan untuk kami,” terang Suyatmi.
Mulanya, dukungan yang diterima berupa modal asset berupa 2 (dua) unit alat tenun ATBM, 6 (enam) unit peker, 6 unit teropong, 4 (empat) unit sisir, 10 paket klenting, dan juga 14 unit gun. Kemudian modal Kerja di antaranya yaitu 16 lasi, 34 pakan, 18 pewarnaan, 18 close, 9 (sembilan) peket sekir, 1 (satu) paket nyucuk, serta 70 kg bahan finishing.
Suyatmi pun bersyukur, hingga hari ini pesanan terhadap lurik Klaten terus berdatangan. Bahkan belum lama ini, Chiki dengan brand fashion Chikigo mengajak berkolaborasi untuk mengikuti pameran dalam ajang bergengsi International Modest Fashion Festival (IN2MF) 2024.
Berkat dukungan pemasaran pula, pesanan juga hadir dari berbagai galeri di Kabupaten Klaten dan Yogyakarta.
“Alhamdulillah saat ini ada pengingkatan tahap demi tahap. Untuk pemasaran sendiri melalui jaringan galeri. Dompet Dhuafa juga membantu memasarkan melalui beragam kegiatan. Kami juga aktif di kanal sosial media untuk menjangkau para peminat di Indonesia,” ungkap Suyatmi.