PONJONG, (KH),– Setiap manusia diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Tinggal bagaimana makhluk ciptaan memahami dan memaknai bahwa sebuah kekurangan pun mampu menjadi kelebihan. Dian, warga Desa Bedoyo Ponjong ini menginspirasi banyak orang. Meski ia memiliki keterbatasan fisik, ia tidak pernah berhenti untuk berkarya, khususnya dalam dunia pendidikan.
Dian Lestari atau kerap disapa Dian mulai mengabdikan dirinya sebagai pengajar sejak ia masih duduk di bangku SMP hingga saat tulisan ini diturunkan (2/3/2015). Dian senantiasa setia mendidik anak-anak yang mau belajar secara privat dengan dirinya. Ada beberapa muridnya yang berasal dari luar Kecamatan Ponjong yang belajar kepadanya.
“Anak didik saya beragam, mulai dari TK, SD, sampai SMP. Mulai dari hanya satu anak, hingga kini murid Dian berjumlah 40 anak,” katanya kepada KH, Sabtu (28/2/2015).
Dengan memiliki murid yang senantiasa memenuhi ruang belajar di rumahnya di Bedoyo, Dian memiliki kesempatan untuk diberi titipan rak buku beserta buku-buku dari BPAD (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah) DIY.
“Perpustakaan ini sebenarnya hanya dititipkan ke saya, karena di balai desa vakum sama sekali enggak jalan. Terus ada bantuan dari BPAD. Ditawarin karena rumah saya menjadi tempat berkumpulnya anak-anak untuk tempat les. Di rumah saya yang apa adanya ini, untuk tempat tamu, juga anak les di sini. Ya, kata pihak BPAD buku perpustakaan dari pemerintah ditempatkan di sini pun juga ndak menjadi masalah,” ujar Dian.
Dengan keberadaan perpustakaan di rumahnya, wanita yang memiliki kegemaran nonton bola dan moto GP ini, kini otomatis menjadi pengelola perpustakaan. Ia beberapa kali diundang dalam beberapa pertemuan penting sebagai pengelola perpustakaan desa.
“Sejak saat itu, saya mulai diundang di beberapa pertemuan. Seperti waktu di Hotel Cykaraya Wonosari, kemudian acara di Sewoko Projo bersama Perpustakaan Nasional. Saya pun berkesempatan dijadikan pengurus Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca. Kemudian kini perpustakaan yang saya kelola ini telah didampingi oleh program Perpuseru dari Coca-Coca Foundation Indonesia,” tukasnya.
Saat ditanya tentang biaya untuk dapat mengikuti kelas les privatnya, Dian mengaku tidak mematok harga yang harus dibayarkan.
“Seikhlasnya orang tua murid ngasih saja. Ada yang melihat anak didiknya berprestasi sudah merupakan kebahagiaan tersendiri. Rejeki datang dariNya. Besar maupun kecil, yang penting bisa membawa berkah. “ ungkap ibu satu anak ini.
Wanita lulusan SMA 2 Wonosari tahun 2003 ini mengaku memiliki berbagai suka dan duka saat menjadi guru privat ataupun menjadi pengelola perpustakaan. Berkecimpung di dunia perpustakaan memberikan Dian pengalaman baru, dapat berkenalan dengan orang-orang yang memiliki semangat luar biasa.
Setelah lulus SMAN 2 Wonosari pada tahun 2003, Dian sempat menyesal karena pernah menyia-nyiakan satu kesempatan mendapatkan beasiswa. Sudah mengikuti tes UMPTN dan dinyatakan diterima, ia berpikir ulang untuk mengambil kesempatan tersebut karena kondisi ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan.
“Dulu pernah mendapat beasiswa, sudah ikut tes, ternyata diterima. Tapi kondisi ekonomi kan gak memungkinkan. Orangtua saya buruh tani, sehingga kesempatan itu saya lepas. Selang satu minggu saya mendapat surat dari sebuah yayasan yang mengatakan bahwa saya lolos untuk menerima beasiswa jika diterima di PTN. Disitu saya sangat menyesal.”
Dian memperoleh pelajaran berharga dari peristiwa itu, bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali. Mulai saat itu, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang sudah datang padanya.
“Dulu saya pernah melewatkan satu kesempatan, kini kalau ada kesempatan pokoke ora reb tak buang-buang,” ujarnya.
Dian berkisah, meski ia berbeda (baca: menyandang difabilitas), tapi ia banyak “bejo” nya. Di situlah ia mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan kepadanya.
“Tuhan memberi kekurangan pada saya, dan Tuhan tau cara melengkapinya.” Pungkasnya sembari tersenyum. (Gemma)