Tahun 2013, lajang yang supel ini mulai mengenalkan kaos ‘Gundoel Handayani’ melalui media sosial (medsos). Saat itu ia masih duduk di bangku SMA. Dengan modal kemampuan desain grafis yang diperoleh di sekolah ia mencoba memasarkan kaos dengan sistem pre order. Kaos yang dijual selalu menyematkan teks ‘Gunungkidul’ dengan berbagai desain.
Dirinya memang sengaja agar produknya menjadi salah satu produk asli khas daerah. Menjadi oleh-oleh atau cindera mata, serta produk yang menunjukkan identitas wilayah Gunungkidul.
“Ada pembeli tetapi tidak sesuai target. Kendalanya memag kurang fokus, produk yang ditawarkan juga tidak begitu diminati pasar,” ungkap Daniel mengutarakan kendala saat awal merintis usaha.
Penetrasi pasar atas produknya belum sesuai harapan. Beberapa evaluasi menyimpulkan hal tersebut disebabkan karena variasi desain dan warna kaos belum beragam. Karenanya, usaha yang dijalankan bersama kakaknya tersebut sempat vakum selama dua tahun.
Barulah saat menginjak semester II ketika menempuh pendidikan D3 ekonomi UGM ia bersemangat lagi untuk serius menekuni bisnis kaosnya. Dengan kemampuan studi kelayakan usaha dan mempelajari peluang pasar Daniel melakukan beberapa inovasi.