Codot Bacem, Salah Satu Kuliner Ekstrem di Gunungkidul

oleh -14005 Dilihat
oleh
Wanti dengan menu Codot dagangannya. KH/ Kandar

PANGGANG, kabarhandayani.– Sejak 40 tahun lalu secara turun temurun keluarga Wanti menekuni usaha kuliner masakan kelelawar, di Giriharjo, Panggang. Di tempat ia berjualan olahan tersebut lebih dikenal dengan ‘Codot Bacem’. Senin (23/06/2014) lalu kabarhandayani berkunjung ke kiosnya.

Sajian menu utama warung makan berupa masakan salah satu hewan malam tersebut memiliki langganan orang-orang tertentu saja. Mereka yang doyan makan dapat dikategorikan penyuka ekstrim kuliner.

Bukan hanya menu yang dibilang ekstrim, tetapi cara mendapatkan kelelawar mentah juga didapat dengan cara yang ekstrem pula.

Wanti menyebutkan, kelelawar dibeli dengan harga Rp 4.000,00 setiap ekor dari pencari kelelawar yang berasal dari wilayah Giriwungu dan Giripurwo, Panggang. Ia menuturkan, para pencari hewan penyuka buah ini haruslah bernyali besar. Sebab, acap kali mereka harus menuruni tebing-tebing karst dengan bantuan tali seadanya. Merayap mengikuti lekuk tebing untuk sampai di gua-gua tempat habitat kelelawar tinggal. Sementara di bawah tebing merupakan laut. Suara deburan ombak pantai selatan saat menghantam karang menjadi tantangan bagi para pencari kelelawar itu.

Masakan yang disajikan tidak selalu dengan bumbu bacem, namun ada juga yang digoreng. Bahkan  juga memungkinkan dibuat abon sesuai pesanan pelanggan terutama yang akan dibawa ke luar kota. Tak hanya nikmat namun juga berkhasiat. Olahan kelelawar diyakini membantu penyembuhan berbagai macam penyakit, terutama asma.

“1 ekor dijual dengan harga Rp 10.000,00,” ujarnya.

Wanti berkisah, codot bacemnya pernah diambil tim dokter dari Rumah Sakit Bethesda untuk diuji laborat beberapa tahun lalu. Hasilnya, pada bagian daging dan terutama hati memiliki kandungan gizi yang baik untuk dikonsumsi bagi penderita asma, tekanan darah tinggi, kolestrol dan kadar gula berlebih. Selama ini banyak yang kondisi kesehatannya membaik lantaran mengkonsumsi codot bacem, lalu berlangganan hingga saat ini.

Dagingnya empuk, tipis-tipis, disertai tulang rawan yang lunak. Banyak pelanggan yang pernah menikmati mengatakan bahwa rasanya seperti masakan burung puyuh. “Sebagian pelanggan bilang rasanya seperti burung puyuh,” imbuh Wanti. Ia menambahkan, tidak jarang yang ingin mencoba mencicipi meminta untuk dipotong pada bagian kepalanya, sebab jika dalam keadaan utuh lengkap dengan gigi yang masih meringis membuat geli. “Ada yang geli minta dipotong kepalanya,” tukas Wanti mengakhiri perbincangan. (Kandar/Hfs)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar