WONOSARI, (KH),– Gara-gara piutang di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) belum terbayar, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari terpaksa berhemat. Hal tersebut disampaikan direktur RSUD Wonosari, dr Heru Sulistyowati belum lama ini.
“Lima bulan yang belum terbayar, Mei-September. Totalnya ada Rp. 22 Milyar,” ungkap dr Heru.
Disebutkan, pembayaran terakhir yang dilakukan BPJS untuk bulan April dilakukan 14 Oktober 2019 lalu. Adapun yang dibayar untuk bulan April sebanyak Rp. 4,4 Milyar.
Pihaknya juga menyampaikan bahwa hasil penagihan untuk bulan Mei saja pihak BPJS belum bisa memastikan kapan akan dibayar. Dengan kondisi tersebut praktis mengganggu operasional di RSUD.
“Belanja untuk pasien jelas tidak bisa ditunda. Misalnya kebutuhan makan dan minum pasien. Sedangkan untuk belanja kebutuhan sebagian obat, RSUD berhutang dulu,” kata dr Heru.
Mata anggaran lain yang tidak bisa ditunda yakni gaji Tenaga Harian Lepas (THL) dan beberapa item pengeluaran yang lain. Ditambahkan, adanya dana talangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) sebesar Rp. 5,7 Milyar yang diterima cukup membantu. “Kalau rapat internal kami biasa tak pakai snack,” imbuh dr Heru.
Upaya lain untuk berhemat, anggaran untuk jasa dokter sementara waktu dibayar separuh dari jumlah yang seharusnya dibayarkan.
Pihaknya menilai, kondisi defisit tersebut terjadi di seluruh Indonesia. Dr Heru Sulistyowati menganggap tunggakan tahun ini merupakan kondisi paling parah yang terjadi. Sebab, sebelumnya, tunggakan biasanya hanya untuk 1 bulan saja. “Mestinya segera diperbaiki sistem di BPJS,” harap dia.
Terpisah, Ketua Komisi D DPRD Gunungkidul, Supriyadi menegaskan, pelayanan di RSUD harus terus ditingkatkan. Jika terjadi tunggakan yang besar maka akan berpengaruh terhadap pelayanan. “Oleh karena itu idealnya pihak BPJS untuk segera melunasi tunggakan tersebut,” tegasnya.
Politisi PAN ini menekankan, komunikasi intensif antara pihak BPJS dan RSUD harus terus dilakukan sebagai upaya mengurai persoalan terkait tunggakan BPJS. (Kandar)