PLAYEN, (KH)— Dewasa ini pembuatan berbagai olahan makanan di Kabupaten Gunungkidul semakin berkembang. Upaya tersebut dilakukan diantaranya untuk meningkatkan nilai jual bahan baku atau sumber pangan lokal, seperti ketela pohon, jagung, ubi jalar dan lainnya.
Kelompok wanita Tani (KWT) Putri 21 di Padukuhan Sumberejo, Desa Ngawu, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul telah berhasil membuat olahan beras berbahan dasar tepung dari berbagai hasil pertanian dan perkebunan. Kelompok yang diketuai Suti Rahayu ini menjadi satu-satunya kelompok di DIY yang menciptakan beras tersebut.
“Awalnya kita mencoba September tahun 2015 kemarin, setelah berhasil membuat tepung mocaf dan beberapa produk turunannya kami mencoba membuat beras. Pihak-pihak yang telah membantu diantaranya BPPT Jakarta dan BKPP DIY,” kata Suti, Selasa, (15/11/2022).
Awalnya sempat ragu, apakah bisa singkong dibuat seperti butiran beras. Melalui praktek dan uji coba dengan dampingan beberapa pihak, akhirnya ia dan anggotanya berhasil membuat Beras dari singkong/ tepung Mocaf.
Varian lain pun berhasil ditambahkan, ada Beras Jagung, Ubi Ungu, Pisang serta Beras Sukun.
Komposisi beras tersebut, jelas Suti, 80 persen diantaranya merupakan bahan baku utama, lalu sisanya 10 persen berupa tepung jagung dan 10 persen lagi tepung tapioca.
“Misalnya beras Pisang, maka 80 % tepung pisang, yang 20 % tepung jagung dan tapioca,” urainya.
Tanggapan pasar dirasa cukup lumayan. Setiap tiga hari sekali, ia menghabiskan 20 Kg bahan baku atau sekitar 200 Kg untuk rentang satu bulan. Pasar utama produk kelompok ini sebagian besar masih ke Kota Jakarta.
Dinas Pertanian DIY punya peran vital dalam memasarkan produk bikinan KWT Putri 21 ini. sementara untuk pasar lokal justru belum banyak yang mengakses produk tersebut.
Kota-kota besar yang menampung dan menyedot produk Suti Rahayu dan kawan-kawannya diantaranya karena kandungan nutrisi beras mocaf yang tergolong cukup baik. Produk beras ini bahkan rendah gluten. Tak seperti beras dari tanaman padi.
“Nilai kandungan gizi dalam setiap 100 gram terdapat lemak 2,5 %, Protein 7,95 %, Karbohidrat 81,44 %, energy 377,18 kkal, lalu serat pangan 7,05 %,” rinci dia.
Harga yang dipatok lebih mahal dari beras pada umumnya, yakni Rp20 ribu tiap kilo untuk partai besar, lalu Rp. 23 ribu untuk partai kecil.
Suti Rahayu mengaku, Kelompok yang beranggotakan 21 ibu-ibu tersebut mendapatkan tambahan pemasukan setelah beras berhasil dibuat dan laku dipasaran.
“Sasaran kami awalnya bagi mereka yang memiliki riwayat diabetes, karena ini rendah gula. Meski pasar lokal masih sepi, ternayata pembeli umum di luar Gunungkidul banyak yang berminat,” ucap Suti lagi.
Tak berhenti mengolah singkong menjadi beras mocaf. Banyak ragam olahan lain yang dihasilkan KWT Putri 21. Olahan berbahan baku lokal yang dihasilkan diantaranya mie mocaf, stik ubi, brownies mocaf, aneka keripik, egg roll, lanting, roll cake dan masih banyak lagi.
Keberhasilan KWT Putri 21 lantas menarik banyak pihak. Kunjungan datang antara lain dari kelompok serupa, institusi pendidikan, dan lembaga pemerintah.
Banyak lembaga yang kemudian turut belajar atau menimba ilmu di KWT Putri 21. Bahkan, tak hanya dari Indonesia, beberapa negara yang masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dengan hasil pertanian yang hampir sama pula dengan Gunungkidul turut berkunjung. (Kandar)