WONOSARI, (KH),— Hewan reptil laut bercangkang keras yang dikenal sebagai hewan Penyu (Cheloniidae ), menurut berbagai penelitian saat ini populasinya menurun dengan tajam. Di seluruh dunia ada 7 jenis Penyu laut dan 6 di antarnya ada di Indonesia. Ada dua faktor yang mempengaruhi penurunan jenis hewan ini, di samping faktor alami juga ada faktor Anthropogenik atau ulah dari manusia. Diantaranya maraknya perburuan Penyu untuk sekedar hoby atau konsumsi. Selain itu ada juga faktor semakin berkurangnya/ rusaknya habitat pantai tempat Penyu bertelur menjadi penyebab utama penurunan jumlah populasi Penyu. Di luar itu, faktor alami terkait siklus hidup Penyu itu sendiri, yakni faktor usia produktif Penyu yang lama menjadi sebab lain yang tak terelakkan.
Gunungkidul sisi selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Garis pantai kawasan pesisir Kabupaten Gunungkidul terbentang sepanjang kurang lebih 78 km dari sisi timur, Pantai Sadeng hingga yang paling Barat, Pantai Ngunggah.
Secara Topografi, panta di Gunungkidul kebanyakan memang berbentuk tebing tebing berbatu curam, tapi di antara tebing tebing ini banyak terselip kawasan-kawasan pantai berpasir. Di kawasan itu, biasanya hewan Penyu bertelur dan berkembang biak.
Booming wisata alam Gunungkidul berimbas juga di kawasan wisata pantai. Dibukanya obyek-obyek wisata pantai baru seiring dengan ramainya kunjungan wisatawan, pada akhirnya bersinggungan langsung dengan habitat pantai tempat pendaratan Penyu bertelur.
Cara perkembangbiakan/ siklus hidup Penyu dikenal sangat khas. Penyu bertelur di sebuah lubang yang dia buat di pasir pantai. Hangatnya air laut yang meresap di pasir pantai akan mengerami telur telur penyu. Setelah menetas, Penyu-Penyu kecil (Tukik), akan keluar dari pasir dan berusaha mencapai laut. Di laut secara mandiri Tukik-tukik tersebut harus berjuang untuk hidup dan menghindari Predator.Setelah mencapai usia dewasa Penyu-Penyu ini akan kembali ke tempat yang sama, dimana dulu dia lahir sebagai Tuki. Kemudian akan mengulang siklus hidup induknya untuk bertelur di pantai yang sama.
Dengan semakin ramainya wisata pantai dan dibukanya tempat wisata baru, ada beberapa laporan yang masuk terkait penemuan telur telur Penyu oleh wisatawan, terutama oleh para wisatawan petualang/ pecinta alam yang sering berkemah di pantai.
Kepala Seksi Pengendalian Penangkapan Bidang Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Gunungkidul, Karim Akhmad, “Memang ada beberapa laporan yang masuk dari masyarakat / wisatawan tentang adanya penyu yang bertelur di kawasan Pantai Wediombo dan sekitarnya, di tahun 2018 kami melakukan peninjauan ke lokasi dan ternyata memang benar,” ujarnya kepada awak media, Selasa (22/12/2020).
“Laporan yang masuk mulai sekitar tahun 2017, kalau lokasinya di daerah Pantai Wediombo ke timur hingga Pantai Sedahan,” tutur Karim.
Karim juga menjelaskan bahwa sempat muncul sebuah inisiasi untuk membentuk rintisan kelompok konservasi Penyu yang berasal dari komunitas pecinta alam. Komunitas ini ingin ikut andil dalam penangkaran penyu di Kabupaten Gunungkidul pada akhir tahun 2019. Akan tetapi Karim menyatakan bahwa pihak DPK Gunungkidul tidak memiliki wewenang untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat konservasi penyu. “Kami hanya diberi kewenangan untuk melakukan pembinaan nelayan dan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI),” terangnya
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul, Khrisna Berlian. “Memang sejak ditetapkannya Kabupaten Gunungkidul menjadi kawasan wisata, penyu-penyu yang dahulu mendarat di pantai Gunungkidul kini semakin berkurang. Faktor yang mempengaruhi antara lain adalah mulai terjamahnya kawasan bertelur penyu oleh wisatawan,” ujarnya
“Memang Siklus hidup atau sifat penyu kan seperti itu, kalau tempatnya biasa bertelur itu sudah mulai banyak didatangi orang apalagi dijadikan tempat wisata ya mereka enggan bertelur di situ lagi,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebenarnya wilayah Gunungkidul dapat dijadikan sebagai kawasan konservasi penyu. “Sebetulnya kawasan Konservasi Penyu jika di garap secara maksimal juga bisa dijadikan daya tarik wisata, akan tetapi kami tidak punya kewenangan tersebut,” lanjut Khrisna.
Khrisna juga menyampaikan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan tingkat Kabupaten hanya berwenang menfasilitasi, sedang yang mempunyai wewenang untuk membuat keputusan soal kawasan Konservasi Penyu ada di tingkat Propinsi.
Berkaca di berbagai daerah lain, Kabupaten Bantul misalnya. Pantai Samas, Pelangi, dan Trisikan yang ada di sana dijadikan kawasan wisata pantai berbasis Konservasi Penyu. Kenyataannya mempunyai daya tarik tersendiri.
Di Gunungkidul sendiri, Menurut Khrisna dinilai layak mulai gaungkan isu soal Konservasi. Dinas terkait dapat berperan serius menumbuhkan kesadaran masyarakat dan kepedulian yang lebih. Dengan begitu tentu Kawasan Konservasi Penyu laut di Gunungkidul dapat terwujud. Selin merupakan respon karena di samping populasi Penyu laut yang semakin menurun, jika kawasan tertentu itu digarap secara maksimal, maka dapat menjadi sebuah destinasi wisata yang menarik, tidak melulu menjual pemandangan pantai, tapi bisa menjadi wahana wisata Edukatif tentang Konservasi. [Edi Padmo]