SEMANU,(KH).– Mungkin masyarakat Gunungkidul belum banyak mengenal sebuah padukuhan di Kecamatan Semanu yang bernama Banyumanik. Padukuhan terletak di tengah hutan dan hanya berpenduduk sebanyak 39 KK ini masuk dalam wilayah Desa Pacarejo.
Secara geografis, Padukuhan Banyumanik terletak di perbatasan wilayah Kecamatan Semanu dengan Kecamatan Tanjungsari dan Kecamatan Wonosari. Letaknya juga terpisah cukup jauh dengan padukuhan-padukuhan lain dalam satu desa. Padukuhan ini merupakan padukuhan paling selatan dari wilayah Kecamatan Semanu.
Meski dikelilingi desa dari 3 kecamatan yang berbeda dengan suasana yang cukup ramai, Padukuhan Banyumanik akan terasa sunyi bila malam hari tiba. Banyaknya warga padukuhan ini yang merantau, semakin membuat suasana malam di Banyumanik semakin sepi.
Dahulu waktu jaringan listrik belum ada di padukuhan ini, malam hari terlihat sangat gulita. Beruntung akses jaringan listrik yang telah masuk beberapa tahun terakhir, sehingga bisa sedikit membuat padukuhan ini terasa lebih hidup.
Ada 3 akses jalan yang bisa ditempuh menuju Padukuhan Banyumanik. Dari arah timur bisa ditempuh dari Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari. Bila ditempuh dari utara, maka bisa ditempuh melalui wilayah Padukuhan Srepeng Desa Pacarejo Kecamatan Semanu.
Akses yang paling mudah ke padukuhan ini adalah sebelah barat yang dapat ditempuh melalui rute Jalan Baron melewati Padukuhan Karangasem Desa Mulo Kecamatan Wonosari. Akses jalan yang terakhir ini merupakan jalan yang paling banyak digunakan oleh warga Padukuhan Banyumanik ketika bepergian.
“Kalau tempatnya yang di tengah hutan kami sudah terbiasa. Yang kadang menjadi masalah, ketika kita harus mengurus surat-surat semacam KTP ke Balai Desa Pacarejo yang jaraknya cukup jauh. Seandainya bisa memilih, kami lebih senang masuk ke kawasan Kecamatan Wonosari,” jelas Karno, warga Banyumanik yang kesehariannya bekerja sebagai seorang karyawan.
Hal mendasar yang saat ini menjadi permasalahan pokok dan belum menyentuh Padukuhan Banyumanik adalah ketersediaan air bersih. Dari jaman penjajahan hingga sekarang jaman reformasi, padukuhan ini belum bisa merasakan fasilitas jaringan air bersih yang menjadi kebutuhan utama kehidupan.
“Dulu pernah ada saluran pipa air yang menuju ke padukuhan kami, tapi belum sempat kami rasakan hasilnya proyek itu tiba-tiba berhenti dengan alasan yang tidak kami ketahui,” tutur Karno.
Untuk memenuhi kebutuhan air, warga Padukuhan Banyumanik saat ini selalu mengandalkan suplai tangki air yang ditebus dengan sejumlah uang Rp 70 ribu. Satu tangki air tersebut biasanya akan habis dalam waktu kurang dari 2 minggu. (Maryanto/Jjw).
Secara geografis, Padukuhan Banyumanik terletak di perbatasan wilayah Kecamatan Semanu dengan Kecamatan Tanjungsari dan Kecamatan Wonosari. Letaknya juga terpisah cukup jauh dengan padukuhan-padukuhan lain dalam satu desa. Padukuhan ini merupakan padukuhan paling selatan dari wilayah Kecamatan Semanu.
Meski dikelilingi desa dari 3 kecamatan yang berbeda dengan suasana yang cukup ramai, Padukuhan Banyumanik akan terasa sunyi bila malam hari tiba. Banyaknya warga padukuhan ini yang merantau, semakin membuat suasana malam di Banyumanik semakin sepi.
Dahulu waktu jaringan listrik belum ada di padukuhan ini, malam hari terlihat sangat gulita. Beruntung akses jaringan listrik yang telah masuk beberapa tahun terakhir, sehingga bisa sedikit membuat padukuhan ini terasa lebih hidup.
Ada 3 akses jalan yang bisa ditempuh menuju Padukuhan Banyumanik. Dari arah timur bisa ditempuh dari Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari. Bila ditempuh dari utara, maka bisa ditempuh melalui wilayah Padukuhan Srepeng Desa Pacarejo Kecamatan Semanu.
Akses yang paling mudah ke padukuhan ini adalah sebelah barat yang dapat ditempuh melalui rute Jalan Baron melewati Padukuhan Karangasem Desa Mulo Kecamatan Wonosari. Akses jalan yang terakhir ini merupakan jalan yang paling banyak digunakan oleh warga Padukuhan Banyumanik ketika bepergian.
“Kalau tempatnya yang di tengah hutan kami sudah terbiasa. Yang kadang menjadi masalah, ketika kita harus mengurus surat-surat semacam KTP ke Balai Desa Pacarejo yang jaraknya cukup jauh. Seandainya bisa memilih, kami lebih senang masuk ke kawasan Kecamatan Wonosari,” jelas Karno, warga Banyumanik yang kesehariannya bekerja sebagai seorang karyawan.
Hal mendasar yang saat ini menjadi permasalahan pokok dan belum menyentuh Padukuhan Banyumanik adalah ketersediaan air bersih. Dari jaman penjajahan hingga sekarang jaman reformasi, padukuhan ini belum bisa merasakan fasilitas jaringan air bersih yang menjadi kebutuhan utama kehidupan.
“Dulu pernah ada saluran pipa air yang menuju ke padukuhan kami, tapi belum sempat kami rasakan hasilnya proyek itu tiba-tiba berhenti dengan alasan yang tidak kami ketahui,” tutur Karno.
Untuk memenuhi kebutuhan air, warga Padukuhan Banyumanik saat ini selalu mengandalkan suplai tangki air yang ditebus dengan sejumlah uang Rp 70 ribu. Satu tangki air tersebut biasanya akan habis dalam waktu kurang dari 2 minggu. (Maryanto/Jjw).