Ketua Kalurahan Mandiri Budaya, Sunardi mengatakan, adat tradisi diisi kirab yang diikuti oleh warga Padukuhan Giring, Candi, Kendal, Bulu, Gunungdowo, Nasri, Pengos, Pulebener, dan Singkil.
Masing-masing padukuhan membuat gunungan hasil bumi. Khusus Padukuhan Giring juga membawa 3 pusaka dalam kirab. 3 pusaka ini menjadi ikon utama kalurahan. Dalam iring-iringan kirab, pusaka berada pada barisan paling depan dikawal Bregada Lombok Abang.
Tiga pusaka, antara lain Tombak Udan Arum, Songsong Tunggul Naga, dan Songsong Sangga Buana dibawa dari Tapak Dalem, petilasan yang konon merupakan kediaman Ki Ageng Giring 3.
“Digelar rangkaian selama 6 hari, kirab ini menjadi puncak pelaksanaan Babad Dalan,” kata Sunardi.
Seluruh potensi terdiri 5 aspek budaya dimunculkan. Antara lain dolanan anak, adat tradisi, kerajinan, dan kuliner, pengobatan tradisional, serta bahasa dan sastra.
Babad Dalan, terang Sunardi, merupakan bentuk pengulangan atau reduplukasi perjalanan masyarakat dalam mencari keberadaan makam atau petilasan Ki Ageng Giring III, setelah Kerajaan Mataram berdiri.
Dalam rangkaian Babad Dalan juga memuat alur cerita perjalanan Ki Ageng Giring III dalam rangka mencari wahyu Kerajaan Mataram yang oncat atau menghilang dari Kraton Pajang.
Usai kirab dilangsungkan kenduri akbar. Setelahnya dipungkasi dengan penyebaran udhik-udhik. Pimpinan daerah, Bupati Gunungkidul dan Ketua DPRD ikut menyebar udhik-udhik yang diperebutkan warga. Bersamaan, grebeg gunungan juga terlaksana. Warga dengan riang berebut isi gunungan hasil bumi serta udhik-udhik itu.
Lurah Giring, Joko Triwibowo mengaku bersyukur pelaksanaan Babad Dalan berjalan lancar. Pelaksanaan adat tradisi tersebut berjalan dengan meriah tak lepas dari kompaknya warga masyarakat bersama lembaga kalurahan.
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta mengaku bersyukur warga senantiasa setia menggelar adat tradisi yang membawa segudang manfaat.
“Kerukunan dan kebersamaan tercipta. Warga dengan berbagai latar belakang melebur menjadi satu mewujudkan tujuan bersama,” ucapnya.
Seni budaya, sambungnya, selalu mampu kembali menguatkan kesadaran kolektif bahwa masyarakat akan saling dukung dan hidup berdampingan dari generasi ke generasi. (Kandar)