WONOSARI, (KH)— Penyakit degeneratif umumnya diderita oleh orang yang memiliki usia lanjut. Disebutkan akhir-akhir ini jenis penyakit seperti jantung, gula darah, stroke, hipertensi, dan ginjal banyak diderita oleh mereka yang memiliki usia produktif.
Hal ini diungkapkan oleh Seksi Farmasi Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dono Anggarjito S. Fam. Apoteker, beberapa waktu lalu, bahwa berdasar penelitian dan data, salah satunya dari BPJS, jumlah penderita penyakit degeneratif oleh usia muda semakin merangkak naik. “salah satu faktor resiko terbesar dari pangan,” katanya.
Semestinya masyarakat sadar, ujar dia, karena pola konsumsi dan kebiasaan mengenai kebutuhan pangan sering diabaikan atau masyarakat terlalu terlena. Masyarakat kurang memperhatikan makanan yang aman atau bebas dari bahan kimia berbahaya.
Selain harus menghindari makanan yang ditengarai mengandung bahan seperti formalin, borax serta pewarna rhodamin, ada pula kebiasaan masyarakat yang dianggap sepele tetapi sebenarnya berakibat fatal karena mengakibatkan makanan terkontaminasi kimia. “seperti memasukkan makanan dalam kondisi panas ke dalam plastik,” terangnya.
Dono menambahkan, kebiasaan lainnya, masyarakat dalam membuat makanan lokal berupa puli juga kurang memperhatikan bahan campuran atau obat pembuatnya. Disebutkan ada dua jenis obat puli/ bleng. Ada yang berwarna putih dan satunya lagi berwarna agak kuning kecoklatan. Berdasar penelitian Badan POM obat puli yang berwarna putih dinyatakan positif merupakan borax.
Mengenai hal-hal tersebut, masyarakat terkadang abai, karena memang dampak tidak serta merta terasa, tetapi apabila telah terakumulasi dalam darah maka efek baru akan muncul dalam jangka 10 hingga 20 tahun kemudian. “Penyakit paling banyak yang diderita oleh usia muda akhir-akhir ini adalah ginjal,” imbuhnya.
Upaya penanggulangannya Dinkes sendiri telah memberikan penyuluhan dan penyebaran informasi terkait bahan-bahan berbahaya supaya masyarakat tidak menggunakannya dalam pengolahan makanan.
Dalam dunia usaha pangan hal ini masuk dalam ranah sertifikasi Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT). Dalam setahun Dinkes melakukan sosialisasi ke produsen pangan sebanyak dua kali.
Sayangnya olahan puli yang dijual tidak bisa mengikuti program P-IRT, karena lingkup P-IRT terdapat pembatasan mengenai jenis olahannya, diantaranya yang bersifat olahan kering dan dikemas, sedangkan puli merupakan makanan basah, tidak dikemas dan tergolong ke makanan cepat saji. (Kandar)