SEMANU, kabarhandayani.– Kekayaan kuliner di Gunungkidul beraneka ragam dan menggugah selera. Selain menyuguhkan kekayaan rasa yang khas juga menjamin pembelinya menjadi ketagihan.
Sejak tahun 1963, ayam goreng Mbah Tumbu sudah mulai dirintis, berjualan dari pasar ke pasar dan dari rasulan ke rasulan atau disetiap hiburan rakyat. Menurut Anggit Suyatno (47) yang merupakan cucu dari Mbah Tumbu mengungkapkan, “Dahulu Simbah memulai jualan di sekitar los Pasar Munggi, Semanu dengan dipikul. Tetapi kami sekarang sebagai penerusnya yang dikoordinir oleh Ibu saya (Sutiyem (70)) sekarang sudah berjualan menetap di rumah Ngebrak Barat, Semanu”, ungkapnya.
Dalam satu hari, rata rata memotong 15 sampai 20 ekor ayam kampung yang masih sehat dan segar untuk diolah menjadi ayam goreng ataupun opor ayam. Dalam perjalanan membangun warisan usaha keluarga yang sudah berjalan kurang lebih 50 tahun ini Sutiyem mengungkapkan, suka duka dari berjualan di depan los toko pedagang keturunan China hingga di bawah pohon besar saat rasulan, dan pada akhirnya pada tahun 2007 ada perombakan los pasar munggi dan pada saat itu lokasi berjualan tertutup material bangunan, mau tak mau harus pindah dan memilih rumah sebagai lokasi berjualan.
“Setelah pindah Alhamdulilah sambutan pelanggan juga bagus kami menikmati jualan di rumah kami di Ngebrak Barat. Dengan modal sekitar Rp 1.000.000,00 kami bisa mendapat keuntungan antara Rp 300.000,00 hingga Rp 400.000,00 /hari kami,” katanya Selasa (1/7/2014).
Anggit Suyatno menambahkan, ayam goreng Mbah Tumbu memiliki pangsa pasar yang beraneka ragam dari masyarakat biasa hingga pejabat, dan dari kuli hingga polisi beliau mengungkapkan bahwa Ayam goreng Mbah Tumbu merupakan warisan kuliner khas dari kawasan Semanu.
“Dengan slogan pas di rasa ringan di harga kami berharap dapat memuaskan semua pelanggan yang sudah berkenan mampir ke warung kami,” pungkasnya. (Jhody/Hfs)