PALIYAN, (KH),– Seringnya harga hasil pertanian yang tidak menentu diantaranya karena permainan oleh para tengkulak, membuat beberapa petani yang tergabung dalam komunitas Petani Millenial Pampang berinovasi dalam memasarkan hasil budidaya pertanian mereka.
Konsep Agrowisata, “petik dan pilih sendiri di lahan”, akhirnya menjadi pilihan yang menarik pengunjung untuk berduyun-duyun mengunjungi panen raya Semangka yang diselenggarakan oleh Komunitas Petani Millenial Pampang.
Lahan pertanian yang dijadikan kawasan Agrowisata ini terletak di belakang balai Padukuhan Pampang, Kalurahan Pampang, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul.
Kamis siang, (03/06/3021), suasana tampak ramai. Para pengunjung memadati lahan seluas kurang lebih tiga hektare untuk memetik sendiri berbagai macam jenis semangka yang mereka pilih dan inginkan.
“Konsep Agrowisata pertanian ini sudah kami rintis sejak dua tahun yang lalu,” terang Budi Susilo (43).
Budi adalah salah seorang anggota Komunitas Petani Millenial Pampang, yang mendapat inspirasi membuat konsep Agro ini akibat sepinya ekonomi karena dampak Pandemi.
“Mulanya tahun 2019 lalu, kami prihatin karena hasil panen buah semangka kami, harganya banyak yang dipermainkan oleh para tengkulak,” lanjut Budi
Akibatnya, banyak para petani yang hanya mendapat untung yang tipis dari hasil panen mereka. Padahal, hasil panen cukup bagus.
“Kami kemudian memutar otak untuk meningkatkan nilai jual, maka munculah ide Agrowisata pertanian ini. Para pengunjung dapat memilih dan memetik Semangka sendiri, ditimbang dan langsung dibayar di ladang,” terang Budi lagi.
Dari pertama dicoba, konsep Agrowisata ini ternyata mendapat sambutan yang antusias dari para pengunjung. Para petani juga bisa menjual harga panen mereka dengan harga yang lumayan, tanpa proses melewati tengkulak.
“Harganya juga menarik, hanya Lima Ribu Rupiah per kilogramnya, bonusnya pengunjung bebas untuk selfie dan mencicipi semangka,” kata bapak dua anak itu.
Dengan konsep agro ini, Budi menambahkan, bahwa mereka juga tidak anti tengkulak. Dia dan teman-temannya juga masih menyisakan lahan dan hasil panen untuk dijual ke tengkulak.
“Kami masih menjual kepada tengkulak, tapi soal harga kami bisa negoisasi, dan mereka akhirnya memberi harga yang pantas,” lanjut Budi lagi.
Budi melanjutkan, sebelum ide konsep Agrowisata ini diterapkan, dulu hasil pertanian mereka sering dijual dengan sistem borongan.
“Jika dibeli borongan, mereka yang menentukan standar atau kualitas buah, pada akhirnya petani hanya dapat menjual dengan harga murah. Karena hasil panen disortir, banyak yang tidak masuk standar menurut mereka,” terang Budi panjang lebar.
Dengan konsep ini, petani bisa lebih mempunyai banyak pilihan untuk menjual hasil panen mereka. Pembeli juga bisa memilih buah yang mereka inginkan, dan dijamin dalam keadaan segar, karena petik langsung di ladang.
“Pilihan jenis Semangka ada jenis Inul dan tanpa biji. Rencananya, model penjualan ini akan kami buka hingga hasil panen kami habis, dan tentu kami mewajibkan protokol kesehatan ketat bagi pengunjung di lokasi panen,” pungkas Budi.
Sementara itu, Sita, salah satu pengunjung yang datang ke ladang mengaku cukup tertarik dengan panen semangka berbasis Agrowisata ini.
“Saya tahu acara ini dari media sosial, saya tertarik karena harga yang ditawarkan cukup murah, dan bisa memetik langsung di ladang,” terang Sita.
Disamping harganya murah, sambungnya, semangka juga berkualitas. Saat berkunjung bisa sambil refreshing serta foto-foto. (Edi Padmo)