NGAWEN,(KH)— Potret kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul kembali terkuak, kehidupan Tarmin (50) dan istrinya Sularni (43) warga Padukuhan Sukorejo RT02 RW09 Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen sungguh membuktikan bahwa masih ada warga yang hidupnya memilukan.
Sejak memutuskan untuk berumah tangga sebelas tahun silam, mereka terus berjuang hidup. Bahkan setiap harinya keluarga ini harus hidup berbagi dengan lima ekor ayam peliharaan dalam satu rumah berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah.
Jika dilihat dari luar, rumah limasan ukuran 6×8 yang mereka tempati bak sebuah rumah kosong. Tidak ada hiasan atau pun bunga yang ternanam di sekitar rumah. Yang ada hanya tumpukan jerami yang berserakan dan satu sepeda jengki tua berkarat yang terparkir di pojokoan rumah.
Di gubuk reyot ini, Tarmin beserta istri menghabiskan waktunya dengan kedua anak kesayanganya Adnan Nasrul (3,5) dan Citra Wijilestari (7). Dua jagoan kecil ini adalah penyemangat Tarmin untuk terus bersemangat menopang beban keluarganya.
“Monggo mas masuk,” kata Tarmin ramah muncul dari balik ruangan yang hanya disekat dengan almari yang hampir jebol. Beberapa awak media pun satu persatu masuk mendekati sumber suara. Di rumah yang seharusnya menjadi istana keluarga ini, jangan harap menemukan kursi tamu apalagi meja.
Di sudut ruangan hanya terpampang drum bekas yang di atasnya banyak buku buku sekolah milik Citra. Di sisi kanan dalam rumah terlihat pakaian yang berserakan berdekatan dengan kandang ayam. Benar, keluarga ini tidak mempunyai almari.
“Ini rumah peninggalan orang tua, hasil buruh dan tani tidak cukup untuk memperbaiki rumah ini. Hasil panen hanya cukup untuk makan tidak bisa dijual,”ucapnya akhir pekan lalu.
Di gubuk inilah Tarmin dan keluarga kecilnya tinggal. Tidak ada televisi, setiap harinya hanya radio kecil yang menemani mereka merasakan dinginnya udara yang menembus sela anyaman bambu dinding rumahnya. Sayangnya, program bedah rumah yang santer dilakukan pemerintah, tidak pernah menyasar ke rumah tersebut.
“Di desa ini ada bedah rumah, tapi keluarga saya juga tidak mendapat. Tidak apa-apa mas yang penting keluarga saya sehat semua,” kata Tarmin sembari merontok jagung kering yang ia panen.
Tarmin dalam keseharinnya menjadi buruh bangunan dan bertani. Beban hidup yang ditanggungnya semakin berat saat sang istri kini tengah hamil 8 bulan untuk anak ke-empat. Dia menceritakan, anak pertamanya meninggal karena gizi buruk sekitar tahun 2005 silam.
Jangankan vitamin atau susu untuk menjaga kesehatan janin, Sutarmi mengaku setiap harinya hanya memanfaatkan beras yang dikeringkan untuk lauk keluarga. Untuk menjaga janin dalam kandungan Sutarmi rutin datang ke Puskesmas yang berada di Desa Tancep Ngawen untuk mendapatkan pengecekan kesehatan.
“Tidak pernah minum susu, ya hanya obat dari Puskesmas saja,” ulasnya.
Kini keluaga ini hanya bisa pasrah dengan kehidupan yang dijalani. Dua jagoan kecil dan satu janin yang ada di kandungan istrinya diakuinya sebagai semangat hidupnya. Dia mengaku sudah terbiasa dengan kondisi yang dialaminya. “Saya tetap bersykur dengan hidup yang saya jalani,” tandasnya. (Juju)