WONOSARI, (KH)— Setelah tidak betah dengan kejaran target saat menjadi marketing di salah satu perusahaan leasing, Agus Lambang memutuskan untuk berwirausaha. Ia yang awalnya tidak memiliki kemampuan memasak, nekat berjualan gorengan.
Berjalan selama 4 tahun, lantas dirinya memiliki niat mengembangkan usaha. Membuat olahan makanan khas Gunungkidul-lah yang menjadi pilihannya. Proses tidak mudah, percobaan demi percobaan dilakukan, tetangga dan kerabat serta kenalan dijadikan sasaran untuk mencicipi thiwul buatannya.
“Sembari masih jual gorengan, sehari bisa mencapai 10 kali mencoba memasak thiwul, tetangga dan teman yang saya mintai tolong untuk mencoba sampai bosan, mblenger sebutannya,” kenang Lambang, Rabu, (20/1/2016).
Dirinya menyebutkan, awal percobaan selama tiga bulan cukup berat, selalu saja ada kurangnya. Lambang mengungkapkan, Kalau dihitung hampir mencapai seratus kali. Tidak putus asa, terus diperbaiki, setiap keluhan yang muncul dari mereka yang mencicipi menjadi PR-nya.
Setelah sejumlah kritikan mengenai rasa berkurang, baru mulailah ia memasarkan produknya. Membuat kemasan kecil dengan menitipkan di sejumlah toko dan warung yang berada di seputar destinasi wisata, juga toko camilan, dan lainnya.
Tak lupa merek ‘Thiwul Manis Pak Lambang’ menempel pada setiap kemasan beserta kontak yang bisa dihubungi. Pesanan demi pesanan datang. Kemudian pada awal tahun 2015 dirinya yakin untuk membuka toko oleh-oleh sendiri di dekat rumahnya, Jl. Baron, Duwet, Wonosari.
Dengan masakan utama Thiwul, sejumlah produk lain menyusul melengkapi stok dagangan di tokonya, baik produk buatannya sendiri maupun produk makanan dan oleh-oleh dari merek lain. Untuk menarik pelanggan, kemampuan ilmu pemasaran saat menjadi sales ia terapkan.
Komunikasi pelayanan yang baik, menyebar sampel ke sejumlah pihak yang potensial untuk pengenalan produk, serta menitipkan kepada kenalan yang tinggal di luar kota pada awal mula pembukaan toko gencar dilakukan.
Kini, sesuai mereknya, Thiwul Manis Pak Lambang benar-benar manis. Banyak pelanggan yang setiap kali datang ke Gunungkidul selalu menyempatkan mampir untuk membeli sebagai oleh-oleh. Demi menjaga kepercayaan pelanggan, upaya mempertahankan rasa benar-benar diperhatikan agar tidak mengecewakan.
“Bahan baku kita seleksi betul, biasanya saya beli tepung atau gaplek di Nglipar dan Semin. Terkadang harus ke Yogya juga kalau pas sulit,” ujarnya. Setelah toko berdiri kurang lebih selama enam bulan, berbagai varian rasa dicoba, coklat, keju, nangka, pandan, dan rasa kopi saat ini juga disediakan. (Kandar).