- Wartawan mempertimbangkan secara seksama manfaat sebuah pemberitaan bunuh diri. Kalau pun berita dibuat, harus diarahkan kepada concern atas permasalahan yang dihadapi orang yang bunuh diri yang sekaligus adalah korban, bukan justru mengeksploitasi kasus tersebut sebagai berita yang sensasional.
- Pemberitaan bunuh diri sebaiknya diletakkan atau diposisikan sebagai isu kesehatan jiwa dan bukan isu kriminalitas karena kasus bunuh diri bukan disebabkan oleh faktor tunggal.
- Wartawan menyadari bahwa pemberitaan kasus bunuh diri dapat menimbulkan perasaan traumatik kepada keluarga pelaku, teman, dan orang-orang yang mengenal pelaku.
- Wartawan menghindari pemberitaan yang bermuatan stigma kepada orang yang bunuh diri ataupun orang yang mencoba melakukan bunuh diri.
- Wartawan menghindari penyebutan identitas pelaku (juga lokasi) bunuh diri secara gamblang untuk menghindari aib atau rasa malu yang akan diderita pihak keluarganya. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri sesorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
- Wartawan menghindari penyebutan lokasi tertentu seperti jembatan, tebing, gedung tinggi yang pernah dijadikan lokasi bunuh diri untuk menghindari aksi pengulangan.
- Dalam melakukan wawancara terkait aksi bunuh diri, wartawan harus mempertimbangkan pengalaman traumatis keluarga atau orang terdekat.
- Dalam mempublikasikan atau menyiarkan berita yang menayangkan gambar, foto, suara atau video tentang kasus bunuh diri, wartawan perlu mempertimbangkan dampak imitasi atau peniruan (copycat suicide) dimana orang lain mendapat inspirasi dan melakukan aksi peniruan, terutama terkait tindakan bunuh diri yang dilakukan pesohor, artis, atau tokoh idola
- Wartawan menghindari ekspos gambar, foto, suara atau video korban bunuh diri maupun aksi bunuh diri yang dapat menimbulkan perasaan traumatik bagi masyarakat yang melihat atau menontonnya.
- Wartawan pers penyiaran menghindari siaran langsung terhadap orang yang sedang berniat melakukan aksi bunuh diri.
- Wartawan menghindari penyiaran secara detil modus dari aksi bunuh diri, mulai dari cara, peralatan, jenis obat atau bahan kimia, maupun teknik yang digunakan pelaku. Termasuk tidak mengutip secara detil informasi yang berasal dari dokter maupun penyidik kepolisian ataupun membuat sketsa dan bagan terkait hal tersebut.
- Wartawan menghindari pengambilan bahan dari media sosial, baik foto, tulisan, suara maupun video, dari korban bunuh diri untuk membuat berita bunuh diri
- Wartawan menghindari berita ulangan terkait riwayat seseorang yang pernah melakukan upaya bunuh diri
- Wartawan menghindari pemberitaan yang menggambarkan perilaku bunuh diri sebagai respons “alami” atau “yang dapat dipahami” terhadap masalah,misalnya, kegagalan mencapai tujuan penting, kesulitan hubungan atau krisis keuangan. Wartawan tidak menguraikan perilaku bunuh diri sebagai tindakan tragis sekaligus heroik oleh seseorang yang memiliki segala sesuatu dalam hidup, seperti karier, posisi, kekayaan.
- Pers menghindari eksploitasi pemberitaan kasus bunuh diri antara lain dengan cara mengulang-ulang pemberitaan kasus bunuh diri yang terjadi atau yang pernah terjadi.
- Wartawan menggunakan secara hati-hati diksi serta istilah, dan menghindari penggambaran yang hiperbolik. Data statistik, harus diperlakukan hati-hati, dengan sumber yang jelas.
- Pers menghindari pemuatan atau penayangan berita mengenai bunuh diri pada halaman depan, kecuali penulisan mendalam mengenai situasi kesehatan masyarakat dan bunuh diri hanya ditulis sebagai salah satu misal.
- Wartawan diperbolehkan menulis atau menyiarkan berita lebih detil dengan fokus untuk pengungkapan kejahatan di balik kematian yang semula diduga sebagai kasus bunuh diri, karena berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas.
- Dalam hal pers atau wartawan memutuskan untuk memberitakan kasus bunuh diri, maka berita yang ada harus diikuti dengan panduan untuk mencegah pembaca, pendengar, atau pemirsa melakukan hal serupa seperti refrensi kepada kelompok, alamat, dan nomer kontak lembaga dimana orang-orang yang mengalami keputusasaan dan berniat bunuh diri bisa memperoleh bantuan. Wartawan harus meminta pendapat para pakar yang relevan dan memiliki empati untuk pencegahan bunuh diri.
- Pemberitaan tentang bunuh diri tidak boleh dikaitkan dengan hal-hal gaib, takhyul atau mistis.
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Terkait Tindak dan Upaya Bunuh Diri ini diselesaikan oleh Dewan Pers.
Sesuai Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers yang tidak melayani Hak Jawab selain melanggar Kode Etik Jurnalistik juga dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (Kandar)