SEMANU, kabarhandayani.– Telaga Jonge yang terletak diantara perbatasan tiga padukuhan di Desa Pacarejo, yakni Padukuhan Jonge, Wilayu dan Kwangen Lor. Telaga yang airnya tak pernah kering sepanjang masa, saat ini sudah semakin asri. Tanaman sekeliling telaga membuat Telaga Jonge sejuk, teduh dan hijau.
\r\n
Telaga Jonge saat ini mulai berbenah menuju salah satu destinasi wisata di wilayah Kecamatan Semanu. Peluang untuk menjadikan Telaga jonge sebagai alternatif obyek wisata bukan sedang berangan-angan, pasalnya Telaga Jonge sudah sangat terkenal di Gunungkidul khususnya dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) umumnya.
Telaga Jonge lebih dahulu terkenal dengan mitos, cerita rakyat dan sejarah Majapahit. Asal usul Telaga Jonge selalu berkaitan erat dengan tokoh prajurit majapahit bernama Kyai Jonge. Masyarakat sekitar Telaga Jonge, cerita Kyai Jonge bersama enam sahabatnya melarikan diri setelah Majapahit kalah dari Kejaran prajurit Demak. Kyai Jonge dan sahabatnya melarikan diri dan terdampar di kawasan sebelah tenggara Gunungkidul.
Menurut cerita setelah itu Kyai Jonge dan enam sahabatnya berpisah untuk melanjutkan perjalanan masing-masing. Kyai Jonge akhirnya sampai di sebuah hutan di Desa Pacarejo. Kedatangan Kyai Jonge diterima oleh warga setempat karena tingkah lakunya yang baik dan suka menolong sesama. Selain itu, Kyai Jonge ternyata juga ahli di bidang pertanian. Keahliannya tersebut ditularkan kepada warga setempat sehingga kehidupan warga menjadi sejahtera.
Kyai Jonge menghabiskan masa hidupnya di Desa Pacarejo hingga akhirnya meninggal dunia secara moksa. Dipercaya bekas tempat tinggal Kyai Jonge berubah menjadi sebuah telaga besar yang melimpat airnya. Air telaga tersebut mampu menghidupi warga sekitar. Konon tempat Moksa Kyai Jonge berada di tengah-tengah telaga.
Untuk mengingat jasa Kyai Jonge yang telah memakmurkan warga, tempat tersebut dinamakan Padukuhan Jonge dan telaga bekas tempat tinggal Kyai Jonge juga disebut Telaga Jonge. Tak hanya diabadikan menjadi nama padukuhan dan telaga, tetapi nama Kyai Jonge juga selalu diingat oleh warga Pacarejo dengan cara mengadakan upacara adat bersih Telaga Jonge setiap tahun, biasanya dilakukan menjelang musim hujan.
Nilai positif dari termasyurnya sejarah atau cerita rakyat dari Telaga Jonge tersebutlah yang kemudian ditangkap oleh tokoh masyarakat di Desa Pacarejo untuk mengembangkan Telaga Jonge menjadi destinasi wisata. Muslam Winarto tokoh pariwisata dan pengelola Goa Kalisuci yang sementara ini ditunjuk sebagai koordinator Desa Wisata Pacarejo menjelaskan, Telaga Jonge sudah terkenal, tinggal dipoles saja agar menjadi semakin bagus, tentunya tanpa meninggalkan nilai budayanya.
Muslam memaparkan, saat ini Telaga Jonge mulai disiapkan menjadi salah satu destinasi wisata andalan di Pacarejo mendamping Goa Kali Suci dan Goa Jomblang. Telaga Jonge didesain menjadi wisata budaya selain itu area yang luasnya hampir 3 hektar, di sisi utara akan disiapkan menjadi arena bermain, tempat outbond dan camping ground. Sementara untuk potensi air di Telaga Jonge akan dimanfaatkan untuk pemancingan setiap harinya.
Lanjut Muslam selain itu pengelola akan menyiapkan perahu yang bisa disewa untuk memancing dari tengah telaga. “Saat ini kami dalam proses membentuk Kelompok Sadar wisata (Pokdarwis) Telaga Jonge, yang nantinya akan mengelola dan merawat segala fasilitas yang ada. Saat ini kita sudah bangun jogging track bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum DIY, bantuan gamelan dan juga mengelola bantuan untuk event-event budaya di Telaga Jonge,” jelasnya Senin (16/6/2014).
Muslam menambahkan kemarin pihaknya juga sudah melakukan uji coba perahu khusus yang bisa dipakai untuk memancing dari tengah telaga, namun baru pinjam dan belum maksimal. Untuk membangun Telaga Jonge yang lebih baik dan semakin tertata butuh kerjasama dari berbagai pihak. Muslam berharap seluruh pihak terkait mampu bekerja bersama-sama untuk kemajuan Desa Pacarejo. (Hery_Fosil/Redaksi)