GUNUNGKIDUL, (KH),– Rahmat Amroji kini usianya menginjak 20 tahun. Selama ini hidup ia jalani dengan kondisi tuna netra. Meski demikian, pemuda yang tinggal di Dusun Dondong, Kalurahan Jetis, Kapanewon Saptosari, Gunungkidul ini punya semangat yang kuat untuk menghafal Al Qur’an.
Saat ditemui di kediamamnya, Senin, (10/1/2022) pelajar SMALB Bogor, Playen, ini berkisah, ia mendedikasikan diri menjadi hafidz Qur’an dimulai sejak usia 7 tahun.
“Saya dilatih guru, bisa dibilang simbah. Masih saudara dengan keluarga. Metodenya saya mendengar ayat demi ayat,” demikian putra pasangan Suyidi dan Priyanti memulai cerita.
Waktu memulai menghafal Rahmat belum bersekolah. Sebelumnya ia pernah masuk ke sekolah formal. Namun, karena kondisinya, ia mendapat bullying dari teman-temannya. Oleh orang tua, Rahmat kemudian dimasukkan ke SLB.
“Sesuai umur saya agak telat masuk sekolah. Sekarang saya baru kelas 2 SMA,” lanjutnya.
Dengan kondisi tuna netra, dirinya sempat bingung mau beraktivitas apa. Setelah dinilai punya kelebihan daya ingat yang baik, oleh guru atau kyai kampung, Budi Santoso ia dimotivasi agar menjadi penghafal Qur’an.
“Awal-awal dengan metode mendengarkan ayat yang dibacakan simbah (red: Budi Santoso), kemudian seiring kemajuan teknologi, saya mendengar piranti audio pemutar Mp3, lantas sekarang pakai smartphone,” terang Rahmat.
Kegigihannya membuatnya punya kesempatan tampil sebagai Qari’ saat kajian agama di wilayah Saptosari yang dihadiri ustadz kondang, Yusuf Mansur. Dalam pengajian akbar itu pemuda kelahiran 6 Januari 2002 ini melantunkan Surah Yasin.
Yusuf Mansur lantas memberikan dukungan dan motivasi kepada Rahmat agar melanjutkan menghafal Qur’an. Saat itu ia berusia 9 tahun. Hafalan yang mampu diselesaikan baru 2 juz.
“Kalau hafal 10 juz, saya dan guru saya waktu itu dijanjikan umroh bersama Ustadz Yusuf Mansur. Saya semakin bersemangat,” lanjut dia.
Kini dengan kegigihan, Rahmat telah berhasil menghafal 25 juz. Jus 1 sampai 23, ditambah juz 29 dan 30. Namun, kabar janji dari Yusuf Mansur tak kunjung ada kejelasan.
Sulung dari dua bersaudara ini tak berharap banyak. Meski janji diberangkatkan Umroh tak ada kabarnya, ia tetap akan terus menghafal Al Qur’an. Dia yakin dan pasrah, jika Allah mengijinkan, jalan ke Baitullah akan ia dapat, tak harus dari Yusuf Mansur.
“Caranya per ayat, jika ayat panjang per waqaf, minimal dibaca 3 kali, maksimal 7 kali sudah hafal. Setidaknya berani dites dengan cara disimak hafalannya,” kata Rahmat mengulas metode hafalan.
Ibu Rahmat, Priyanti juga mengaku tak menunggu janji Yusuf Mansur ditunaikan. Dia hanya berdoa yang terbaik bagi anaknya.
“Mudah-mudahan kemampuannya (menghafal Qur’an) membawa nasib baik bagi Rahmat kelak kemudian hari,” ujarnya.
Priyanti selalu berusaha memberi support penuh kepada Rahmat. Dia pula yang selalu mengantar Rahmat ke berbagai kegiatan, termasuk antar jemput sekolah setiap harinya. Pagi ia mengendarai motor sejauh 20-an kilometer ke sekolah Rahmat di Kapanewon Playen. Selama Rahmat mengikuti pembelajaran, Priyanti menyelesaikan pekerjaan rumah tangga di rumah. Termasuk menyelesaikan pekerjaan usaha laundry yang ia buka.
“Siangnya jemput sekolah. Kalau ikut lomba-lomba, atau diundang sebagai Qari’ dalam pengajian, saya juga yang antar,” tukasnya.
Rahmat kini memegang beberapa sertifikat hafalan dari wisuda akbar hafalan Al Qur’an. Sertifikat diantaranya dari Ponpes Daarul Qur’an yang didirikan Yusuf Mansur. Dia juga pernah lolos sebagai peserta lomba Global IT Challenge yang diikuti 13 negara. (Kandar)