GUNUNGKIDUL, (KH),– Enni Prasetyanti merupakan sosok yang penuh dedikasi dalam melanjutkan warisan ibunya, Supiyah Budi Sutrisna, pendiri Lembaga Pendidikan Kerja (LPK) Nusa Indah. Sejak awal, LPK ini berfokus pada pelatihan keterampilan praktis seperti menjahit, mengetik, menyetir mobil, dan berbagai kegiatan PKK. Namun, dengan tekad untuk memperluas cakupan pelatihan, pada tahun 1990-an, Supiyah membuka kelas keterampilan rias wajah. Saat itu, LPK Nusa Indah juga mendapat dukungan program dari Kementerian Pendidikan untuk membuka kelas jauh di beberapa lokasi terpencil seperti Pucung, Rongkop, dan Semanu.
Ketika Supiyah sibuk mengelola LPK yang beralamat di Jl. Wonosari-Yogyakarta Km 2,1 Siyono Wetan, Logandeng, Playen, Gunungkidul, Enni memasuki dunia perkuliahan di UPN Veteran Yogyakarta pada tahun 1999. Awalnya, ibunya berharap Enni akan mengambil jurusan yang relevan dengan LPK yang dikelola, namun keinginan Enni berbeda; ia bercita-cita bekerja di bank. Meski demikian, hanya butuh dua tahun bagi Enni untuk menyadari bahwa LPK yang dikelola ibunya memerlukan kesinambungan. Dengan diam-diam, ia mulai mengambil kursus keterampilan di Yogyakarta disela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa.
Pada tahun 2003, Enni mulai belajar merias pengantin, sebuah keterampilan yang kemudian menjadi salah satu keahliannya. Seiring berjalannya waktu, ia mendalami berbagai gaya rias seperti Yogya berkerudung, Jogja Putri, Kasatriyan, Kasatriyan Ageng, dan Paes Ageng. Dedikasinya dalam dunia tata rias tidak berhenti di situ, ia juga berhasil memperoleh sertifikat nasional untuk tiga jenis rias pada tahun 2008. Sertifikat ini menandai pengakuan atas kemampuannya di bidang yang ia tekuni.
“Pelan-pelan saya juga terlibat dalam pengelolaan LPK,” ujarnya belum lama ini saat ditemui di kediamannya di Siyono, Playen, Gunungkidul.
Sambil terus mengasah kemampuan meriasnya, Enni terlibat aktif dalam pengelolaan LPK bersama ibunya. Ia mengambil peran sebagai pengajar, tenaga administrasi, serta menangani berbagai hal teknis yang tidak mampu diselesaikan sendiri oleh ibunya. Bahkan, sebelum menyelesaikan kuliahnya, Enni mengikuti kursus singkat untuk mempelajari gaya rias dari berbagai daerah seperti Sunda dan Bali, serta gaya rias dari provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Enni memahami pentingnya menunjukkan bahwa LPK Nusa Indah dikelola secara profesional dan berstandar tinggi. Oleh karena itu, ia pun mengikuti sertifikasi sebagai pengajar lembaga pendidikan non-formal yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK). Sertifikasi ini menjadi bukti keseriusannya dalam menjadikan LPK Nusa Indah sebagai lembaga pelatihan yang berkualitas.
Pada tahun 2008, Enni dipercaya untuk lebih banyak terlibat dalam pengelolaan LPK Nusa Indah. Dengan semangat yang diwarisi dari ibunya, ia melanjutkan konsep pelatihan yang telah dirintis sebelumnya. Enni aktif mengajukan berbagai program pelatihan ke dinas dan kementerian, baik di bidang ketenagakerjaan maupun pendidikan.
Selain program yang difasilitasi oleh pemerintah, kelas reguler di LPK Nusa Indah tetap berjalan dengan baik. Meski peserta kelas reguler tidak sebanyak kelas yang difasilitasi oleh pemerintah, Enni tetap berkomitmen untuk memberikan pelatihan berkualitas kepada siapa saja yang berminat. Bahkan, kelas dengan satu peserta pun tetap dilayani. Enni yakin, setiap siapa saja yang datang ke LPK senantiasa menggengam harapan, kelak, mampu membuka wirausaha atau bekerja sebagai karyawan profesional.
“Biaya untuk mengikuti kelas reguler di LPK Nusa Indah cukup beragam, mulai dari Rp300 ribu per paket untuk pelatihan seperti make-up, sanggul, dan lain-lain,” terang ibu dua anak ini.
Keterampilan tata rias juga memiliki keterkaitan yang luas, termasuk dalam hal busana pengantin daerah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, LPK Nusa Indah juga membuka kelas menjahit busana daerah, melengkapi pelatihan tata rias yang ditawarkan.
Dalam program yang difasilitasi oleh pemerintah, biasanya kelas diisi oleh 20 peserta. Namun, tidak ada batasan minimal peserta untuk kelas reguler. Bahkan jika hanya ada satu peserta, kelas tersebut tetap akan berjalan dan dilayani dengan sepenuh hati.
Selain fokus dalam pengelolaan LPK, istri dari Bambang Distya Ari Wibawa serta ibu dari Amelia Faizah Ardani Putri dan Muhammad Ahza Rifai ini juga aktif mengikuti berbagai lomba antar-LPK.
Pada tahun 2010, ia membawa LPK Nusa Indah menjadi nominasi 10 terbaik dalam lomba antar LPK yang digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kementerian Pendidikan melalui proses penilaian portofolio yang ketat. Kesuksesan tersebut berlanjut pada tahun 2013, ketika LPK Nusa Indah meraih Juara 1 di tingkat provinsi dan mewakili Gunungkidul di tingkat nasional. Di kancah nasional LPK ini berhasil meraih Juara 2. Prestasi ini membuat Enni merasa bangga atas apa yang telah dicapai bersama timnya.
Tak hanya itu, pada tahun 2015, Enni berhasil meraih juara harapan nasional dalam kategori rias ragam Yogya berkerudung pada penilaian instruktur atau pendidik. Penghargaan ini menjadi bukti bahwa keahlian yang terus diasah telah mendapat pengakuan secara nasional.
Enni juga aktif dalam berbagai organisasi profesional. Sejak tahun 2008, ia telah menjadi anggota HARPI (Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia). Pada tahun yang sama, ia mulai memegang kendali penuh atas LPK Nusa Indah karena ibunya yang tidak memungkinkan untuk terus aktif. Keseriusannya dalam berorganisasi ditunjukkan dengan pengangkatannya sebagai sekretaris HARPI pada tahun 2014, dan kemudian dipercaya sebagai ketua hingga tahun 2019. Ketika pandemi COVID-19 usai, ia kembali dilantik sebagai ketua HARPI Gunungkidul untuk periode kedua pada tahun 2020.
“Tidak hanya aktif di HARPI, saya juga menjabat sebagai pengurus inti DPD HARPI Yogyakarta, serta terlibat dalam berbagai organisasi lain seperti Tiara Kusuma yang bergerak di bidang kecantikan, HIPKI (Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia) di bawah Kementerian Pendidikan, serta HILSI (Himpunan Lembaga Sertifikasi Indonesia) di bawah Kementerian Ketenagakerjaan,” panjang lebar Enni berkisah.
Keterlibatannya di berbagai organisasi ini menunjukkan komitmen Enni untuk terus berkontribusi dalam pengembangan keterampilan dan pendidikan nonformal di Indonesia, khususnya di Gunungkidul.
Dirinya memang pernah melayani jasa rias pengantin dan terjun melayani masyarakat. Namun, karena pola kerja yang tidak mendukung rutinitasnya, dia lantas memilih tak melanjutkannya. Enni lebih tertantang untuk melatih dan menularkan ilmunya pada banyak orang sehingga akan tumbuh wirausaha – wirausaha baru atau tenaga kerja dengan ketrampilan memadai dari Gunungkidul. (Kandar)