GUNUNGKIDUL, (KH),– Tingkat konsumsi ikan di Gunungkidul sangat rendah. Angkanya menjadi yang paling bawah di Propinsi DIY. Selain itu, juga terpaut sangat jauh dari rata-rata nasional.
Sementara itu berdasar penuturan Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan (DKP) Gunungkidul, Ir Khaerudin, DIY dan juga Solo menjadi wilayah yang paling rendah secara nasional dalam hal konsumsi ikan. Ada tiga wilayah urutan berdasar tingkat konsumsi ikan di Indonesia. Tingkat konsumsi ikan paling tinggi yakni masyarakat wilayah Indonesia bagian timur, sementara wilayah urutan ke dua yakni pulau Kalimantan dan Sumatera. Sementara masyarakat di Jawa berada di urutan terakhir atau paling rendah.
“Rata-rata tingkat konsumsi nasional sekitar 45-50 kilogram per kapita per tahun. Kalau DIY sekitar 20-22 kilogram per kapita per tahun. Sementara Gunungkidul di angka 19-20-an kilogram saja,” ungkapnya beberapa waktu lalu di kantornya.
Ia menilai, hal tersebut erat kaitannya dengan budaya. Budaya masyarakat Gunungkidul mengenai pemenuhan kebutuhan konsumsi lauk lebih cenderung memilih daging ayam, sapi atau kambing.
Dicontohkan, pada momentum pesta atau hajatan, daging sapi dan ayam menjadi pilihan utama masyarakat untuk menjamu tamu. Kondisi ini sudah berlangsung sangat lama. Selain budaya, faktor lain berkaitan dengan kemampuan atau daya beli masyarakat.
“Sebagian juga menilai karena lebih bergengsi makan daging sapi atau daging ayam,” imbuh Khaerudin.
Padahal, umum diketahui bahwa nilai kandungan gizi ikan sangat tinggi. Setiap bagian tubuh ikan mengadung nutrisi yang penting bagi tubuh manusia.
Rendahnya konsumsi ikan dianggap kontraproduktif dengan kepemilikan panjang garis pantai dan luas laut di Gunungkidul. Khaerudin menyebut, Gunungkidul memiliki garis pantai sepanjang 72 kilometer dengan luas laut mencapai 518,56 km². Di kawasan tersebut terdapat 8 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berupa pantai pendaratan ikan dan pelabuhan/ dermaga ikan.
Pihaknya hingga saat ini mengaku terus menggalakkan program agar tingkat konsumsi ikan masyarakat semakin tinggi.
“Kami ada program gemar makan ikan yang menyasar anak-anak dan pelajar pada jenjang TK-SD,” sambungnya.
Selain pemberian olahan ikan, anak-anak juga diberi sosialisasi bahwa manfaat konsumsi ikan sangat tinggi. Dalam pelaksanaannya tentu saja menyesuaikan anggaran yang tersedia setiap tahunnya. Di luar itu, pernah pula digelar lomba masak ikan. Salah satu dampak yang ingin dicapai dari lomba masak ikan tak lain yakni demi meningkatkan konsumsi ikan. (Kandar)