Joni Gunawan, sang seniman ketoprak kawakan dan juga pimpinan Campursari Sanggar Ungu di Playen itu kemudian mengajak Sutomo bekerjasama mengembangkan blangkon asli buatan Gunungkidul. Selain memenuhi kebutuhan sejumlah pegawai di lingkungan Propinsi DIY, blangkon Sutomo juga banyak digemari warga Gunungkidul yang berdomisili di Jakarta. Blangkon karya Sutomo disebut blangkon kosong.
Sutomo menjelaskan, blangkon Yogya yang umumnya beredar di pasaran memakai isi (kertas). Sementara, blangkon kosongan ini dipakai lebih enak tidak terlalu berat. Harganya juga terjangkau. Blangkon dengan kain sablon dibanderol seharga Rp 200 ribu, sementara yang memakai kain batik asli seharga Rp 500 ribu.
Sutomo mengaku, ada banyak dalang yang memesan blangkon kepadanya. Dalang biasanya mengenakan blangkon pakem (blangkon standar). Tetapi, dalang yang nyentrik menurutnya, lebih memilih blangkon seni, ada yang pakai blangkon kasatrian dan senopaten.
Dalam sehari, Sutomo bisa menghasilkan 2 blangkon, sedangkan kalau lembur bisa 3 sampai 4 blangkon.
Joni menambahkani, ada banyak pesanan dari Jakarta setelah produk blangkon di sanggarnya diunggah di internet. Pemesan kemudian mengirim uang ke Gunungkidul, dan Joni mengirim blangkon ke pemesan lewat jasa pos.
”Ada satu perusahaan, yang memesan blangkon untuk semua karyawannya,” kata Joni. (Sarwo)