PATUK, kabarhandayani.– Kakao merupakan tumbuhan berwujud pohon yang kini mulai banyak dibudidayakan. Tumbuhan yang bernama latin Theobroma cacao ini diolah menjadi produk yang familiar dan disukai banyak orang yakni coklat.
Namun ada gagasan lain untuk mengolah buah asal Amerika Selatan ini. Surini (33), warga Padukuhan Nglanggeran Kulon, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, mengolah kakao menjadi dodol kakao yang legit nan lezat.
Terinspirasi dengan olahan dodol biasa, ia mencoba mengkombinasikannya dengan kakao yang banyak terdapat di wilayah Nglanggeran. “Awalnya cuma mencoba yang lain daripada yang lain dan saya kira dodol kakao ini prospeknya cukup bagus. Kan di daerah sini belum ada,” ungkapnya kepada KH pada Minggu (6/7/2014).
Surini mulai bergelut di bidang kuliner dengan mengolah kakao sejak tahun 2011. Ia mengolah kakao yang dipetik dari kebun sendiri. Hingga akhirnya, seiring dengan meningkatnya jumlah pesanan ia pun membeli kakao yang ditanam warga di sekitarnya.
Menurut Surini, proses pembuatan dodol kakao mirip dengan pembuatan dodol pada umumnya. Biji kakao dikeluarkan dari kulit luarnya dan dikupas dari kulit bijinya. Untuk mempermudah pengupasan pun dapat dengan menggunakan abu agar kulit kakao tidak licin. Setelah dikupas biji kakao dihaluskan dengan menggunakan blender.
Surini memaparkan, untuk satu resep dodol kakao membutuhkan beberapa komposisi, yakni 250 gram kakao, 1 kg gula pasir, santan dari 2 butir kelapa, tepung beras 0,5 kg dan garam. Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan dalam proses pembuatannya, pasalnya membuat dodol memakan waktu yang cukup lama. Adonan dodol harus terus diaduk dengan lama waktu sekitar dua jam.
Proses untuk memasukkan komposisi pun harus secara bertahap, mulai dari kakao masak hingga mendidih kemudian baru ditambahkan gula pasir, ditunggu hingga mendidih lalu ditambah santan dan garam dan ditunggu hingga mendidih terakhir baru ditambahkan tepung beras dan tinggal diaduk hingga mengental dan matang.
Berdasarkan penuturan Surini, semua jenis kakao baik kakao merah atau kakao hijau bisa digunakan untuk membuat dodol. Namun bahan baku yang berkualitas baik adalah kakao yang bijinya besar dan berwarna ungu kehitam-hitaman. Biji kakao yang diolah pun bisa yang masih basah atau baru saja dipetik dan biji kakao yang sudah dikeringkan.
“Semuanya bisa digunakan untuk bahan pembuatan dodol, tergantung selera. Kalau yang kering aroma coklatnya lebih kuat,” jelasnya.
Surini menjelaskan, dari satu resep dengan biaya sekitar Rp 36.000,00 dapat menghasikan dodol sebanyak 7 pak dengan isi 12 buah dodol per pak. Dalam satu hari ia mampu membuat sekitar 20 hingga 30 pak dan dijual dengan harga Rp 10.000,00 per pak. Karena diproduksi tanpa bahan pengawet, dodol buatan tangan Surini dan rekannya ini tahan sekitar 12 hari.
“Untungnya lumayan, harapannya nanti dapat solusi untuk mengawetkan dodol ini namun dengan pengawet yang tidak berbahaya bagi kesehatan. Sebenarnya ingin memproduksi banyak agar dapat mengajak banyak warga untuk membantu namun karena hanya tahan 12 hari jadi waktu pembuatannya harus bertahap,” pungkas Surini. (Mutiya/Hfs)