Umbi Liar Berjasa Selamatkan dari Krisis Pangan, Trisno Suwito Teguh Melestarikan

oleh -
oleh
Trisno Suwito, pemulia dan pelestari umbi-umbian langka. KH/ Kandar.
iklan dprd

Panas terik tak begitu menyengat saat kami memasuki ladang. Hembusan angin di ketinggian bukit serta rimbunan daun pepohonan seolah menjaga kenyamanan aktivitas kami.

“Saat Jaman Gaber sebagian makan rumput Petungan dan Momil. Waktu itu semua tanaman pertanian habis diserang tikus,” kata Ketua kelompok Tani Ngudi Rejeki ini sembari menunjukkan kedua jenis rumput, Selasa, (11/6/2019).

Kedua jenis rumput tersebut masih banyak tumbuh di perbukitan Gunung Seribu Gunungkidul. saat kami berada di ladang, ia tak sengaja menemukan rumput yang pernah dimakan itu. Usai menunjukkan rumput, lelaki berjenggot putih ini langsung mengajak kami menuju salah satu pangkal umbi rambat berjenis Katak. Trisno menggali tanah untuk menunjukkan umbi yang dapat dikonsumsi setelah dikukus itu.

Umbi Katak. KH/ Kandar.

Selain umbi Katak masih banyak jenis lain. Umbi-umbi yang ditanam diantaranya; Umbi Uwi Punuk Banteng, Umbi Uwi Legi, Uwi Senggani (ular), Uwi Rondo Sluku, Uwi Alam/alas, Uwi Beras, Uwi Butun, Umbi Gembili, Jempina, Katigubug, Gembolo dan lain-lain.

iklan golkar idul fitri 2024

Meski sulit, wasiat orang tua itu tetap Trisno laksanakan. Mencari bibit umbi di sekitar bukit di desa tempatnya tinggal ia lakukan terus menerus. Ia tanam dan selamatkan agar tidak punah.

Trisno berkisah, bagi keluarganya umbi dianggap sebagai pengganjal lumbung. Artinya, jika terjadi musim paceklik umbi dapat dijadikan pengganjal perut.

“Dahulu mencari umbi untuk ditanam seolah mencari harta karun,” kata dia lagi. Memang, umbi begitu berharga baginya.

Pengetahuan mengenai umbi-umbian semata ia dapatkan dari ayahnya serta pengalaman semasa ia muda. Meski tak mempelajari secara ekstensif seputar tanaman, namun ketika berbicara perihal umbi, Trisno dapat menjelaskan ciri-ciri masing-masing aneka umbi langka mulai dari bentuk batang, daun, hingga seputar rasa umbi jika sudah dimasak.

“Ada sekitar 50-an tanaman umbi yang masih hidup di ladang saya ini. Setiap tahun saya mengganti batang bambu atau kayu tempat merambat batang umbi,” ujar dia.

Saat pertama mulai menanam, ia menghabiskan uang seratus ribuan untuk membeli bambu sebagai tempat merambat umbi. Jumlah uang tersebut baginya bukan jumlah yang sedikit. Namun demikian, atas hasil dari usahanya tersebut ia merasa bangga.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar