Umbi Liar Berjasa Selamatkan dari Krisis Pangan, Trisno Suwito Teguh Melestarikan

oleh -5182 Dilihat
oleh
Trisno Suwito, pemulia dan pelestari umbi-umbian langka. KH/ Kandar.

PONJONG, (KH),– Jaman Gaber atau musibah kelaparan pernah terjadi di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 1963. Amat mengerikan, hampir tiap hari ada orang meninggal karena kelaparan atau kurang gizi.

Penyebutan Gaber, merujuk pada bahan pangan pokok yakni, Gaber yang dikonsumsi saat terjadi krisis pangan. Gaber merupakan ampas tepung tapioka atau bungkil ketela pohon yang dikeringkan. Sekarang Gaber dipakai untuk campuran makanan ternak.

Pemicu yang mengakibatkan terjadinya susah pangan waktu itu lebih utama karena hama tikus yang menggila. Hama tikus memakan tanaman pertanian dan semua hasil panen. Sehingga selain disebut jaman Gaber, masyarakat juga mengenang peristiwa itu dengan sebutan jaman Petikus.

Bagi warga Gunungkidul yang saat itu sudah cukup umur, merasakan sulitnya pangan tidak akan pernah terlupakan. Hal tersebut diakui oleh Trisno Suwito (75) warga Padukuhan Plarung, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul. Bahkan, dirinya menyebut, banyak warga yang memakan rumput yang tumbuh liar.

Bagi keluarga Trisno, rumput tidak dijadikan bahan pangan utama saat krisis pangan. Namun, keluarga Trisno lebih utama diselamatkan adanya umbi-umbian liar.

Karena cukup tersedia di sudut-sudut petak ladang milik keluarganya saat itu, aneka umbi tersebut mampu menyelamatkan hidup mereka. Menggantikan bahan pangan pokok yakni beras yang sulit didapat saat peristiwa jaman Gaber.

Sayangnya, sejak berakhirnya krisis pangan dan digulirkannya program swasembada beras oleh pemerintah, umbi-umbian banyak dilupakan. Bahan pangan cukup tersedia. Beras tersedia dalam jumlah yang cukup membuat masyarakat umum lupa jasa umbi liar itu. Sebagian besar yang tumbuh tak dijaga bahkan dibiarkan mati. Tak jarang justru disingkirkan dari ladang. Umbi itu mendekati kepunahan.

Namun, tidak dengan keluarga Trisno. Begitu berarti dan berjasa, keberadaan umbi terus dijaga sejak masa hidup orang tua Trisno, Noyo Semito. Mulai tahun 2001, sebagaimana pesan orang tuanya, Trisno lebih serius melakukan aktivitas pelestarian umbi-umbian itu.

KH berkesempatan diajak berkeliling di kebun atau ladang milik Trisno. Tempat di mana terdapat beragam umbi ditanam. Kini, bapak tiga anak ini dikenal sebagai pemulia bahan pangan lokal.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar