Sendratari “Loroblonyo”: Mitologi “Watu Manten” dalam Festival Sendratari “Bedhayan”

oleh -2677 Dilihat
oleh
Kontingen Sendratari "Loroblonyo" Kabupaten Gunungkidul, 2019

Begitu meluapnya cinta-kasih Pantarwati yang tubuhnya
dipenuhi “blonyo” pada seorang jejaka seumurannya. 
Sinar sang jejaka, Suteja, beda-rupa dengan
sorot pada dirinya.
[Penggalan Sinopsis Sendratari “Loroblonyo”; Kontingen Sendratari Kabupaten Gunungkidul dalam Festival Sendratari antar Kabupaten-Kota se-DIY di Pendapa Akademi Komunitas, 14-15 November 2019]

 

Di sebuah petang hari yang dilatari mendung awal musim hujan yang begitu berat, tepatnya sehari sebelum Kontingen Sendratari Kabupaten Gunungkidul mementaskan sebuah mitologi “Watu Manten” a la drama-tari bedhayan di Pendapa Akademi Komunitas di Jalan Parangtritis, beberapa anggota Kontingen Sendratari Kabupaten Gunungkidul yang terdiri dari penata tari, penari, dan penabuh mendatangi sebuah pohon tinggi raksasa (resan) yang mungguh (berada) di sisi utara Jembatan Kali Jirak Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul. Jembatan Kali Jirak berada di sisi timur Warung Kuliner “Sega Abang Jirak” Semanu. Kedatangan mereka ke sana dihantarkan oleh seorang juru kunci yang dipercayai oleh masyarakat sekitar Kali Jirak dapat berkomunikasi dengan titah di wilayah adiduniawi atau supranatur. Tujuan kedatangan mereka, seperti yang dimaksudkan oleh kontingen dan dimintakan-tolong kepada juru kunci, adalah ungkapan kata kula nuwun sebagai keluarga manusia karena merasa kehidupannya di alam duniawi tidak sendirian (nora dhewe kele-kele), lantas meminta ijin kepada golongan liyan yang berhubungan dengan mitos “Watu Manten” untuk mementaskannya dalam festival sendratari tahun ini. Harapannya, pentas seni drama tari yang akan disajikan oleh Kontingen Sendratari Kabupaten Gunungkidul berhubungan dengan mitos “Watu Manten” dapat berjalan lancar dan selamat tanpa gangguan; nir ing sambekala.

Resan itu; pohon raksasa yang didatangi beberapa anggota Kontingen Sendratari Kabupaten Gunungkidul itu, bernama Pohon Ingas. Diyakini: syaraf-syaraf lembut di sekujur tubuh Pohon Ingas merekam gelaran drama-cinta abadi yang pernah terjadi di masa-masa lebih purwa. Drama cinta abadi ini menceritakan kisah antara golongan jin dan golongan manusia. Sementara setting Pohon Ingas yang telah disiapkan oleh penata tari namun pada akhirnya nanti tak jadi digunakan sebagai properti pertunjukan, dari ruang gelap ketiadaannya, mencoba menggetarkan kembali kisah cinta beda-donya dalam format pertunjukan seni drama tari.

Kocap cinarita beda bangsane
Bangsa manungsa lan bangsa jin padha tresna
Lelakon lelakon lelakon lelakon
Uwal saka kodrating manungsa

Tokoh Pantarwati, Ety Oktaviani. Foto: Nara
Tokoh Pantarwati, Ety Oktaviani. Foto: Nara

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar