Perajin Bokuci Keluhkan Sulitnya Pemasaran Produk

oleh -
oleh
Aneka bokuci dengan karakter beberapa tokoh. Foto : Juju.
iklan dprd
Aneka bokuci dengan karakter beberapa tokoh. Foto : Juju.
Aneka bokuci dengan karakter beberapa tokoh. Foto : Juju.

PLAYEN, (KH) — Warga Plembon Kidul, RT 11, RW 06, Logandeng, Playen yang memproduksi boneka kayu mini (Bokuci)  terus mempertahankan produksinya, meski mereka mengaku terkendala menjual hasil kerajinan yang dibuat.

Kerajinan industri boneka kayu berbahan baku sampah mebel itu bukanlah produksi industri besar, melainkan hanya karya masyarakat kelas bawah yang mencoba bertahan hidup dalam pusaran persaingan pasar.

Haris Sarjono, (29) perajin patung kayu ini mengaku belum pernah mendapat bantuan pemerintah sama sekali untuk mempertahankan produksinya. Tetapi, hal tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk terus berkreatifitas.

“Sudah 2 tahun usaha kerajinan boneka kayu mini ini berjalan. Kita terus menjaga kelangsungan produksi meski masih kesulitan dalam segi pemasaran,” kata Haris Sarjono saat ditemui di rumah produksinya, Kamis (8/1/2015).

iklan golkar idul fitri 2024

Usaha yang dilakoni Haris, memang belum bisa menyerap tenaga kerja yang banyak. Saat ini pembuatan Bokuci masih ia kerjakan bersama keluarganya. Pembuatan Bokuci memang terbilang rumit, sebab dari proses awal penghalusan kayu, pengecatan dan membentuk karakter tokoh harus dilakukan dengan penuh ketelatenan.

Ada banyak tokoh Bokuci yang dibuat Haris, mulai dari tokoh kartun, tokoh super hero, hingga tokoh pewayangan gatot kaca yang dibentuk menyerupai robot. Hasil kerajinan Bokuci ini dia jual rata-rata dengan harga Rp. 25 ribu hingga Rp. 70 ribu per unitnya.

“Karena kesulitan masalah pemasaran, Bokuci yang sudah kita buat hanya kita titipkan di toko souvenir di kawasan Pantai Selatan Gunungkidul, dan ada beberapa di jalan Parang Tritis, Bantul,” katanya.

Haris mengaku, usaha memproduksi boneka kayu mini ini ia dapatkan dari melihat siaran televisi. Kemudian dengan memanfaatkan kayu bekas yang dia beli dari sampah mebel, dibuatnya sebuah boneka yang bernilai jual tinggi.

Haris berharap, usaha yang dia geluti mendapat perhatian dari pemerintah. Selain sulitnya pemasaran yang dilakukan, belum adanya alat penghalus kayu, sedikit menjadi kendala produksinya. Haris mengaku, produk buatannya pernah dipasarkan melalui internet, tetapi saat ini tidak lagi dilakukan.

“Pernah mendapat pesanan dari Kalimantan, dan luar jawa lainya, tetapi saat ini macet. Promosi yang kita lakukan lewat internet tidak lagi jalan,” ulasnya.(Juju/Tty)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar