Mbah Saikem: Kisah Kesetiaan 60 Tahun Membuat Jenang Pati Gerot

oleh -
Mbah Saikem masih setia membuat Pati dari Umbi Gerut. KH/ Woro.
Mbah Saikem masih setia membuat Pati dari Umbi Gerut. KH/ Woro.

SEMANU, (KH),– Di masa lalu, ketika sumber makanan pokok manusia masih amat terbatas, makanan yang berasal dari sari pati umbi gerut sangat populer di kalangan masyarakat Gunungkidul.

Namun seiring perkembangan jaman yang semakin maju, dimana sumber makanan melimpah dan mudah didapat, jenang pati gerut mulai ditinggalkan. Hanya tinggal beberapa gelintir saja orang Gunungkidul yang setia membuat dan mengonsumsinya, salah satunya Mbah Saikem (75), warga Dusun Sambirejo, Desa Semanu.

Suara duk, duk, duk terdengar ketika KH mengunjungi rumah Mbah Saikem pada Senin, (26/6/2017). suara itu berasal dari alu yang ditumbukkan ke lesung berisi umbi gerot yang masih basah. Penumbukkan itu dilakukan demi bisa mendapatkan sari pati umbi gerut.

Mendapatkan sari pati gerut ternyata bukan pekerjaan mudah. butuh proses panjang dan ribet. Mbah Saikem menuturkan bahwa untk memisahkan pati dengan ampas setidaknya memerlukan 4 kali proses penumbukan.

“Jika penumbukan hanya dilakukan sekali, maka sari pati yang didapatkan hanya sedikit,” tuturnya.

setelah sari pati didapatkan maka proses berikutnya adalah membiarkanya setidaknya selama sehari semalam dan dilanjutkan penjemuran hingga benar-benar kering.

“Jika tidak kering sempurna maka rasanya kurang enak dan kadang muncul bau tidak sedap,” imbuhnya.

Mbah Saikem menambahkan, bahwa pati gerut yang benar-benar kering mampu bertahan hingga setahun tanpa berkurang kwalitas dan rasanya.

“Asalkan disimpan di tempat yang bersih dan kering mampu bertahan setahun,”

Mbah Saikem mengaku jika selain untk konsumsi keluarganya sendiri sering orang datang untk membelinya.

“Saya tidak pernah membawa ke pasar karena memang saya jika berniat menjual, tapi jika ada yang datang dan ada barangnya ya saya berikan,”ujarnya

Yang menarik, Mbah Saikem tidak pernah mematok harga untuk pati gerut buatanya.

“Karena saya tidak berniat menjual maka saya tidak mematok harganya. Terserah berapa orang mau memberi,” tukasnya. (Woro).

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar