Mbah Mbuh: 70 Tahun Mengabdi Sebagai Pemijat Bayi

oleh -
oleh
Mbah Mbuh atau Parto Wijoyo Konil, 70-an tahun berprofesi sebagai pemijat bayi. KH/ Woro
iklan dprd
Mbah Mbuh atau Parto Wijoyo Konil, 70-an tahun berprofesi sebagai pemijat bayi. KH/ Woro

TANJUNGSARI, (KH)— Usia Mbah Parto Wijoyo Konil atau yang lebih kesohor dengan sebutan Mbah Mbuh kini telah mencapai lebih dari 95 tahun. Itu artinya warga Padukuhan Pakel, Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari itu telah menjalani pekerjaan sebagai pemijat bayi lebih dari tujuh puluh tahun.

Ketika ditemui di rumahnya pada Kamis (30/03/2017), nenek yang telah memiliki 8 buyut tersebut mengaku tak ingat lagi tahun berapa dirinya mulai memijat . Seingatnya, pertama kali dirinya memijat saat masih belum menikah.

“Seingat saya waktu masih belum nikah,” jelasnya dalam Bahasa Jawa.

Keahlian memijat yang dimiliki Mbah Mbuh tidak sebatas menyembuhkan pegal-pegal, pilek atau panas, akan tetapi sanggup menyembuhkan kelainan-kelainan pada bayi yang lebih serius seperti kaki pengkor, bahkan Lempungan. Lempungan adalah kelainan pada bayi yang ditandai tidak normalnya pertumbuhan si bayi. Untuk tingkatan yang lebih tinggi, penderita lempungan bahkan tidak bisa berdiri

iklan golkar idul fitri 2024

Dalam menyembuhkan Lempungan, Mbah Mbuh memijat setidaknya 8 kali, tergantung tingkat kelainannya.

“Rata-rata delapan hari, tapi pernah sampai ada yang mesti dipijat hingga 15 kali,” lanjutnya

Karena keahliannya tersebut nama Mbah Mbuh terkenal sampai kemana-mana. Tidak saja di daerah sekitar desanya, melainkan sampai luar Gunungkidul, bahkan tidak sedikit yang berasal dari Jakarta. Salah seorang anaknya, Paimi menceritakan bahwa pernah ada sebuah keluarga dari Jakarta yang datang untuk mengantar berobat anaknya yang mengalami kelainan lempung. Setelah dipijat beberapa kali bayi berumur 2,5 tahun itu sembuh dan hidup dengan fisik normal. Karena besarnya rasa bahagia atas anugerah kesembuhan tersebut, keluarga itu masih sering datang walau sudah puluhan tahun lamanya.

“Masih datang kalau lebaran, anaknya sudah besar sekarang, sudah lulus kuliah,”jelasnya.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemijat bayi, Mbah Mbuh tak pernah sekalipun mematok tarif. Dia menerima berapa pun orang yang datang mau memberi. Prinsip itu dia pegang sungguh-sungguh karena merupakan amanah dari orang tuanya dulu yang mengatakan tabu jika dalam tetulung sampai meminta imbalan.

Disinggung dari siapa dirinya belajar memijat, Mbah Mbuh menjawab dari hasil belajar otodidak dan tanpa ada yang mengajari. Dirinya pun tak tahu mengapa dirinya punya kemampuan menyembuhkan berbagai kelainan dan sakit pada anak.

Kini di usiannya yang sudah sangat senja, Mbah Mbuh ternyata belum menemukan orang yang mewarisi kemampuannya tersebut. Anak-anaknya pun tidak ada yang tertarik atau setidaknya tidak merasa cukup berbakat untuk mewarisi keahlian Mbah Mbuh.

Pengamat sosial Maryanto ketika dihubungi lewat telepon mengatakan bahwa sangat disayangkan sampai saat ini belum ada seseorang yang menuruni keahlian memijat bayi Mbah Mbuh yang usianya sudah sangat lanjut. Dia khawatir jika Mbah Mbuh kelak meninggal, kemahiran unik tersebut akan hilang. (Woro)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar