Bisikan “Tusuk Dada” Yang Didengar Nur Bukan Ulah Lelembut

oleh -2060 Dilihat
oleh
Peserta yang hadir mendengarkan testimoni dan penjelasan pakar kesehatan jiwa. KH/ Yudhis.

Kini, Nur mampu bangkit. Ia dapat berkarya secara produktif menjadi pengasuh Pondok Pesantren. Ia melanjutkan asa menghafal Qur’an sembari mengasuh santri di Ponpesnya. Pulihnya kondisi Nur tak lepas dari keluarga besarnya yang sangat perhatian mendukung pemulihan Nur. Kakak, adik, dan anak laki-lakinya selalu mengingatkan agar Nur selalu menjaga kondisi, rutin minum obat. Mereka juga selalu mengantar ke RSUD saat berobat rutin.

Berbeda dengan Nurhidayati, apa yang dialami Marsudi ketika melakukan percobaan bunuh diri dipicu karena depresi yang sedang menimpanya. Ulasan dokter ahli Dr. dr. Carla Marchira, M.Sc., Sp.KJ menyebutkan, tumpukan persoalan hidup, ekonomi, psikologis, dan sosial membuatnya mengalami keputusasaan dan mengambil tindakan yang mengancam nyawa. Marsudi selamat karena istri, orang tua, dan para tetangga bergerak cepat menolongnya dan membawa ke rumah sakit. Racun yang sempat ditenggaknya dapat dinetralisir dengan diobati di rumah sakit. Peran keluarga yang mendukung terus-menerus membuat pemulihannya lebih cepat. Keterbukaan untuk bicara, kedekatan hubungan dengan orang terdekat memiliki peran penting mengatasi depresi.

“Beruntung saya memiliki istri saya sangat perhatian. Saya kini mampu bangkit dari keterpurukan,” kata Marsudi penuh semangat.

Dulu Marsudi bekerja sebagai tukang las. Peristiwa buruk percobaan bunuh diri yang pernah terjadi dipicu kondisi depresi karena mengalami sakit yang memaksa harus diambil tindakan amputasi pada salah satu kakinya. Marsudi kini adalah sosok yang tegar. Kondisi disabilitas yang dialaminya tidak membuat dirinya mengeluh. Ia kini bekerja membuka usaha laundry. Usahanya ini dipilih setelah ia mendapatkan pendampingan dan pelatihan dari sebuah NGO di Yogyakarta.

Marsudi juga terus mendapatkan penguatan melalui berbagai pertemuan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendampingan disabilitas fisik dan lembaga disabilitas psikososial. Ia mengaku, semakin bersemangat ketika berkesempatan mengikuti pertemuan-pertemuan kelompok disabilitas, baik di Wonosari, di Yogyakarta, maupun di Jakarta.

“Saya dan istri ingin mengantarkan anak bungsu saya bisa lulus sekolah dan bekerja,” pungkasnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar