Begini Manajemen Hasil Panenan Ala Masyarakat Panggang

oleh -846 Dilihat
oleh
Petani menjemur hasil panenannya. Foto: Kandar.
Petani menjemur hasil panenannya. Foto: Kandar.
Petani di daerah Panggang menjemur hasil panenannya. Foto: Kandar.

PANGGANG, (KH)— Musim panen kini sedang berlangsung di sejumlah wilayah di Kabupaten Gunungkidul. Dalam mengelola hasil panen, para petani tidak sekedar asal-asalan, mereka memiliki cara tersendiri. Hasil panen dapat dijadikan layaknya tabungan, di mana dapat segera dijadikan uang tunai ketika kebutuhan sedang mendesak.

Saat ditemui dikediamannya, Selasa (3/3/2015) Narimo, salah satu petani warga Padukuhan Sawah Desa Girisekar Panggang berbagi cerita bagaimana mengelola hasil panennya. Dari beberapa ladang tadah hujan yang dimiliki, ia telah memanen padi dan jagung. Selain menyisakan ketela pohon, saat ini ladang sedang ditanami kacang tanah.

Ia menceritakan, petani menyimpan hasil panenan padi setelah menjadi gabah kering. Sangat jarang dijumpai petani menjualnya, karena pemanfaatan utamanya sebagai cadangan makanan pokok dalam setahun. Ini bergantung pada luas kepemilikan lahan, sedikit saja ada petani yang cadangan berasnya cukup hingga tahun berikutnya.

“Dalam sekali panen, misalnya lingkup satu RT hanya sekitar 2-5 warga saja yang masih memiliki simpanan gabah hingga tahun berikutnya,” ujarnya.

Untuk hasil panenan jagung, kacang dan ketela pohon, setelah sebagian kecil dijual, sisanya lebih banyak disimpan layaknya tabungan. Petani akan menjualnya sewaktu-waktu ada kebutuhan uang yang mendesak. Kondisi mendesak itu, menurut Narimo adalah seperti bayar biaya sekolah anak, kebutuhan dana sosial tetangga hajatan, kebutuhan makan, dan masih banyak lagi lainnya.

Ada alasan tersendiri para petani melakukan hal tersebut. Selain alasan psikologis yang telah diwariskan ejak nenek moyang, hal itu merupakan langkah bijak menghindari sifat boros. “Petani lebih nyaman dan ayem menyimpan hasil panen dalam bentuk barang, daripada sekaligus menjual secara keseluruhan. Kalau pegang duit, kebutuhan yang sebenarnya tidak mendesak tetapi kita mengeluarakannya. Mestinya belum butuh baju, karena pegang uang akhirnya beli,” ungkapnya sambil tersenyum.

Ia menambahkan, tanaman padi yang paling cocok sesuai jenis tanah di kawasan selatan Gunungkidul adalah jenis segreng. Beras padi tersebut memang dikenal memiliki rasa kurang enak, sehingga ada juga petani yang menukar beras ke pasar dengan jenis lain. Saat cadangan gabah habis, tidak jarang petani menjual hasil panen lainnya untuk membeli beras.

Narimo menjelaskan, semua hasil panen selain padi harus habis terjual tidak lebih dari 6 bulan. Alasannya karena setelah 6 bulan jagung atau kacang rentan terserang hama atau bubuk sehingga mengurangi bobot dan harga jual. Untuk gaplek, jika ingin disimpan sebagai cadangan makanan pengganti nasi, menurutnya lebih baik disimpan dalam bentuk tepung.

Di akhir pembicaraan, Narimo sempat mengeluhkan hasil panen tahun ini, khususnya jagung. Menurutnya, meski jenis benih sama, tongkol jagung kali ini lebih kecil dibanding tahun lalu, dirinya menduga kualitas benih menurun, Ditambah lagi sewaktu pemupukan terjadi hal yang tidak seperti biasanya. “Pupuk Phonska harusnya larut dalam tiga hari, tetapi setelah lebih dari tiga hari, waktu itu masih ada butiran-butiran kecil semacam batu kerikil kecil,” keluhnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar