Badingah: Sebelum Pensiun Semoga Gunungkidul Menjadi Kabupaten Layak Anak

oleh -881 Dilihat
oleh
Bupati menyerahkan cindera mata kepada Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian PPPA, Lenny N Rosalin. KH/ Kandar.
Bupati menyerahkan cindera mata kepada Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian PPPA, Lenny N Rosalin. KH/ Kandar.

WONOSARI, (KH),– Untuk mewujudkan menjadi Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA), sejumlah terobosan dan progam telah digagas dan dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul. Beberapa program yang telah terlaksana dipaparkan Bupati Gunungkidul, Badingah, S.Sos saat menyambut kehadiran Tim Evaluasi Kabupaten/ Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (RI), Minggu, (10/6/2018).

Menyampaikan paparan pada kegiatan penyambutan di Bangsal Sewoko Projo, Badingah mengatakan, telah banyak program kegiatan yang menunjukkan kepedulian dan mengutamakan hak anak. Diantaranya; diberbagai kecamatan telah dilakukan deklarasi dan ajakan untuk tidak melakukan pernikahan usia dini. Salah satu yang menonjol berada di Kecamatan Gedangsari, dengan pelaksana Puskesmas Gedangsari. Program yamg bernama “Ayunda Simenik” yang berarti Ayo Tunda Menikah Usia Dini ini sempat mendapat TOP 99 award dari Menpan dan RB.

“Pemkab juga bekerja sama dengan Yayasan Arsitek 86 Peduli dari Bandung untuk mewujudkan sekolah yang ramah anak,” tutur Badingah.

Beberapa program lain diantaranya, adanya perlindungan khusus terhadap anak yang menjadi korban atau yang terjerat hukum di Polres Gunungkidul. Baik penanganan maupun fasilitas yang disediakan cukup memadai. Sementara di Pengadilan Negeri (PN) Wonosari juga disediakan ruang singgah anak, perpustakaan, ruang laktasi dan lain-lain.

Lanjut Bupati, ada lagi di Desa Kemadang telah dicanangkan sebagai Desa Wisata Ramah anak. Desa yang memiliki beberapa wilayah pantai tersebut menyelenggarakan layanan wisata yang peduli terhadap hak-hak anak, bebas kekerasan dan eksploitasi anak. Contoh teknisnya, ada petugas yang mengawasi anak-anak selama berwisata bersama keluarga masing-masing.

Disampaikan pula, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disepakati oleh semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mulai sebesar 10 hingga 30 persen untuk pemenuhan hak anak.

Bupati berharap, Kabupaten Gunungkidul tahun ini dapat memperoleh predikat KLA ‘Nindya’. Kemudian tahun depan dapat meningkat ke predikat ‘Utama’.

“Semoga sebelum saya pensiun, mudah-mudahan Gunungkidul menjadi Kabupaten Layak Anak,” harap Badingah.

Sementara itu, Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian PPPA, Lenny N Rosalin, memberikan pujian bagi Gunungkidul. menurutnya Gunungkidul pernah menjadi inspirasi bagi nasional sehingga melahirkan kebijakan nasional dalam bentuk Surat Keputusan Bersama antara Mendagri, Menkes dan Menteri PPPA tentang pelayanan ramah anak fasilitas kesehatan, dalam bentuk Puskesmas Layak Anak.

“Gunungkidul belakangan ini benar-benar bergeliat, tidak terkecuali dalam hal pembangunan anak,” ujar Lenny N Rosalin.

Pihaknya memaparkan alasan mengapa pemerintah menginginkan kabupaten harus layak anak. Sebagaimana diketahui, jumlah anak di Indonesia ada 87 juta. Sehingga keinginan Indonesia mewujudkan kabupaten menjadi layak anak merupakan turunan dari komitmen global tahun 2000. Sebelumnya diawali dengan adanya konferensi hak anak pada tahun 1989.

Kemudian Indonesia merespon 12 tahun kemudian dikeluarkan regulasi yang mengisyaratkan bahwa Indonesia harus layak anak. Maka untuk mewujudkannya, maka di setiap kabupaten/ kota harus menjadi kabupaten yang layak anak.

“Kami betul-betul meminta semua kabupaten/ kota dan propinsi untuk bersama-sama membangun anak. Sebab mereka yang memegang tongkat estafet pembangunan dimasa mendatang,” pintanya.

Pihaknya mengingatkan, jangan sampai daerah hanya fokus saja terhadap pembangunan fisik semata. Akan tetapi hal yang bersifat non fisik termasuk pembangunan anak harus benar-benar diperhatikan.

“Membangun anak dengan menciptakan sistem yang berbasiskan pada hak anak. Program ini bukan sebuah proyek. Semua pihak berkepentingan untuk membangun anak,” tandasnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar